Karya : G. Sukaton
hamba rebahkan segenap kesombongan dikaki Paduka yang berkuasa atas jiwa. Ini adalah kesepakatan yang tak bisa diingkari perjalanan ruhani menuju matahari dari gelap yang menyekap menuju Maha Cahaya yang terang benderang. Memperbaiki segala yang telah dirusak, mengembalikan segala yang telah diambil oleh tangan tak berhati, hati tak bermata, mata tak berjiwa. Janganlah engkau menukar kesesatan dengan petunjuk. Kuketuk dan kuketuk setiap pintu namun kutangkap senyap gelap mendekap, sekali kudengar suara ‘siapa yang berkuasa atas ada dan tiada’ gemanya memantul pada dinding tak bertemu jawab karena bukan tanya kau bawa hanya riap amarah dari getas jiwa. Perumpamaan tidak sanggup engkau terangkan pada petunjuk engkau mengutuk disempit jiwa engkau berkelana, engkau kapal layar tak bernakoda terombang ambing jadi sampah di cakrawala. Mengapa kamu ingkar pada perjanjian setelah teguh perjanjian padahal awalnya engkau tidak ada lalu Dia hidupkan dari air yang hina dalam tempat yang mulia engkau disiapkan menjadi sosok lemah tak bernama, tiba-tiba engkau menjadi angkuh dengan sejumput ilmu. Ingatlah saat Dia mengajarkan kepada Adam nama benda-benda satu persatu agar engkau menjadi tahu setelah tidak tahu. ‘Lalu para malaikat penjaga langit bersujud ‘sesungguhnya Engkau lebih tahu’.
Dengan mengeja Alif, Lam, Mim.
Sungguh kami sudah membuat kerusakan dan menumpahkan darah diatas bumi para lelaki mati ditangan kami, istiri-istri kehilangan suami, anak-anak kehilangan bapak jadi gambaran suram dimedan pertempuran, semesta jadi kelam. Putra-putra sejarah terus lahir dari rahim peradaban purba, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau. “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, Sungguh Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan dalam dada?” tapi engkau tetap saja berkutat dalam kesesatan sampai habis waktu yang dijanjikan. Benang cahaya ini begitu jelas menuntun kelam jiwa dari gelap menyekap menuju cahaya terang benderang. Tapi lentera akal yang tersia kulihat sekerjap saja, hanya sekerjap semakin menjauh dipalung kesengsaraan, pencarianmu tak pernah usai tersesat di bilik sempit jiwa. Kalau saja engkau sungguh-sungguh ruku bersama orang-orang yang ruku ada karunia dan rahmat atasmu dari Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, tapi kamu jadikan itu permainan diwaktu luang padahal awalnya engkau tidak ada lalu Dia hidupkan dari air yang hina dalam tempat yang mulia engkau disiapkan menjadi sosok lemah tak bernama. Lihatlah langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Mari benahi lagi bangunan akal ini, sisihkan di tepi fikrah-fikrah asing yang menumpuk kumuh memenuhi ruang kesadaran berpikir, dan kedua tangan ini raihlah tanpa curiga.
Dengan mengeja Alif, Lam Mim
Kalau bukan karena Rahman dan Rahim tentu sudah lama langit diatasmu runtuh dan bumi dikaki ini rekah. Selamatkanlah jiwamu dan jiwa-jiwa dibawah tanganmu dengan dua berkas cahaya yang semburat dari kabar gembira dan peringatan yang dibawa Sang Utasan dari Yang Maha Memelihara. Ingatlah satu saat, apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang amat dahsyat, dan bumi mulai mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya lalu bumi berceritera dengan ijin-Nya, ketika itu manusia bagaikan anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Dan manusia hanya sanggup berucap tanya ‘mengapa bumi jadi begini?’. Banyak muka yang semula pongah tengadah pada hari itu tunduk terhinaKlik disini : web.facebook.com/IslamicPaintingClubAKU DI JALAN
Oleh : G.
Sukaton
Dengan bekal doa dan niat yang kuat
aku bergegas kembali ke jalan menyapa kehidupan.
Tempat kami dulu dengan senang hati menyemai
benih-benih perjuangan, bukan kebencian.
Bersama segenggam semangat yang
sudah kian matang dan terus kami emban.
Tidak lupa kubawa serta anak-anak jaman
yang sudah dibesarkan oleh waktu sebagai teman.
Maka terimalah setiap tetes peluh
dan letih persembahan kecil ini sebagai doa ya Robbal ‘alamin.
Kaki-kaki penopang tubuh renta ini
memang sudah tidak sekuat dulu lagi
Tapi mohon biarkanlah aku tetap
berdiri paling depan menghadang setiap terpaan menjadi pagar bagi siapa yang
disakiti
Meski sendi-sendi mulai gemetar dan
keringat terus mengucur dari kulit keriput ini
Ku harap dapat menjelma menjadi sungai
harapan yang akan mengalirkan generasi terbaik negeri ini
Menjadi gelombang pasang samudera peradaban
manusia yang selama berabad di nanti.
Berhembuslah angin perubahan agar
reda rasa sakit yang kian tak tertahankan mendera zaman Tumbuhkan keberanian dalam
benak kami untuk merubuhkan bangunan keserakahan kaum tiran Bangunkan kesadaran
jiwa-jiwa yang terlalu lama di nina bobokan, agar segera tegak dan kokoh kembali
tiang-tiang persaudaraan.
Luluh lantakan jaringan kejahatan dan
rumah-rumah kesombongan dari dalam hati dan ingatan
karena kebodohan dan kebohongan yang
tealh menjadi berita harian harus segera dihentikan.
Dimanakah para pencari ilmu
bersembunyi, kemanakah para pemberani berjiwa suci pergi.
Jangan biarkan jalan ini menjadi
sunyi tanpa seruan menggetarkan udara pagi.
Marilah mendekat kesini, temani aku
menempuh perjalanan menyongsong cahaya Ilahi.
Mari mendekatlah ke sini bergerak ditengah
genangan keringat rakyat yang terus diperas kekuatan asing yang mengangkangi
negeri.
Lihatlah betapa nestapanya nasib
generasi negeri ini jadi permainan saudaranya sendiri.
Kembalilah wahai para pemberani yang
dulu pernah berjaya menjaga perbatasan tanah subur.
Hutan gundul tak mampu menampung
curahan air hujan menyerap kedalam benak bumi yang gembur.
Karena kekayaan alam yang melimpah dibiarkan
dijarah para pendatang menjadi berita setiap hari. Maka sempurnalah cerita duka
di negeri khatulistiwa ini
karena gerombolan para pencuri yang
kebal hukum sudah berteman akrab dengan para petinggi.
Bogor, 7
September 2022
KABAR DARI JALAN
Oleh : G. Sukaton
Seorang anak gadis
kecil melintas di tepi jalan mengejar harapan nya yang hilang
Sebelah kaki nya
tertinggal di bangku sekolah terikat biaya yang menjerat
SPP melambung tinggi di
langit tak terjangkau tangan nya yang kecil dan rapuh
Tumpukan buku-buku pelajaran
berjajar di rak berdebu menjadi saksi bisu
Sumbangan pendidikan
berlomba tak mau ketinggalan akhirnya mereka di jalan
Menjual suara,
mengetuk rumah tua hati penguasa tapi tak terdengar jawab nya
Menjual derita, menyentuh
rasa ratusan juta manusia tapi keras bagai baja
Menjual harga diri, untuk
menggapai sejuta mimpi diantara timbunan angan-angan
Menjual cerita tentang
kebodohan, kebohongan, tentang kepalsuan, dan kemunafikan
Barisan anak-anak
putus sekolah terus mengular lahir dari rahim sistem pendidikan yang kacau
Aku lihat anak-anak
usia produktif ber costum badut menyerbu lampu merah
Mereka bersimpuh
diantara gebalau peradaban mempertontonkan adegan drama satir
Melukai setiap hati
para pengguna jalan tidak mengerti apa yang sedang terjadi
Senyum pahit nya
meronta-ronta tanpa suara dari balik topeng nya yang penuh luka
Ketika lampu menyala
merah tangan-tangan badut itu melambai sendu kedalam hatiku
Bagaimana kita dapat
menyiapkan generasi tangguh untuk merebut masa depan cemerlang
Bila anak-anak sekolah
hanya diajari mengisi lembar soal ujian tanpa tahu masalah kehidupan
Jenjang pendidikan
menjadi mesin pencetak generasi lemah yang tergantung pada kecerdasan buatan
Tidak akan sanggup
menjawab tantangan jaman yang direncanakan para pemilik modal
Karena gaji guru honor
tidak lebih besar dari uang jajan anak-anak pengusaha
Oh Potret buram pendidikan
Indonesia mengapa tidak juga mau berubah
Menyiratkan warna
kusam tak berwarna melahirkan generasi pencari kerja
Wajib belajar menjadi program
mimpi setenga hati, tidak tuntas direalisasi
Karena rencana licik neo
kapitalisme mencengkram kuat penguasa negeri ini
Dan bayangan hitam Neo
imperialisme menjelma jadi penjajahan gaya baru
Ciawi, 20 September 2021
AKU DI JALAN
Oleh : G.
Sukaton
Dengan bekal doa dan niat yang kuat
aku bergegas kembali ke jalan menyapa kehidupan.
Tempat kami dulu dengan senang hati menyemai
benih-benih perjuangan, bukan kebencian.
Bersama segenggam semangat yang
sudah kian matang dan terus kami emban.
Tidak lupa kubawa serta anak-anak jaman
yang sudah dibesarkan oleh waktu sebagai teman.
Maka terimalah setiap tetes peluh
dan letih persembahan kecil ini sebagai doa ya Robbal ‘alamin.
Kaki-kaki penopang tubuh renta ini
memang sudah tidak sekuat dulu lagi
Tapi mohon biarkanlah aku tetap
berdiri paling depan menghadang setiap terpaan menjadi pagar bagi siapa yang
disakiti
Meski sendi-sendi mulai gemetar dan
keringat terus mengucur dari kulit keriput ini
Ku harap dapat menjelma menjadi sungai
harapan yang akan mengalirkan generasi terbaik negeri ini
Menjadi gelombang pasang samudera peradaban
manusia yang selama berabad di nanti.
Berhembuslah angin perubahan agar
reda rasa sakit yang kian tak tertahankan mendera zaman Tumbuhkan keberanian dalam
benak kami untuk merubuhkan bangunan keserakahan kaum tiran Bangunkan kesadaran
jiwa-jiwa yang terlalu lama di nina bobokan, agar segera tegak dan kokoh kembali
tiang-tiang persaudaraan.
Luluh lantakan jaringan kejahatan dan
rumah-rumah kesombongan dari dalam hati dan ingatan
karena kebodohan dan kebohongan yang
tealh menjadi berita harian harus segera dihentikan.
Dimanakah para pencari ilmu
bersembunyi, kemanakah para pemberani berjiwa suci pergi.
Jangan biarkan jalan ini menjadi
sunyi tanpa seruan menggetarkan udara pagi.
Marilah mendekat kesini, temani aku
menempuh perjalanan menyongsong cahaya Ilahi.
Mari mendekatlah ke sini bergerak ditengah
genangan keringat rakyat yang terus diperas kekuatan asing yang mengangkangi
negeri.
Lihatlah betapa nestapanya nasib
generasi negeri ini jadi permainan saudaranya sendiri.
Kembalilah wahai para pemberani yang
dulu pernah berjaya menjaga perbatasan tanah subur.
Hutan gundul tak mampu menampung
curahan air hujan menyerap kedalam benak bumi yang gembur.
Karena kekayaan alam yang melimpah dibiarkan
dijarah para pendatang menjadi berita setiap hari. Maka sempurnalah cerita duka
di negeri khatulistiwa ini
karena gerombolan para pencuri yang
kebal hukum sudah berteman akrab dengan para petinggi.
Bogor, 7
September 2022
KABAR DARI JALAN
Oleh : G. Sukaton
Seorang anak gadis
kecil melintas di tepi jalan mengejar harapan nya yang hilang
Sebelah kaki nya
tertinggal di bangku sekolah terikat biaya yang menjerat
SPP melambung tinggi di
langit tak terjangkau tangan nya yang kecil dan rapuh
Tumpukan buku-buku pelajaran
berjajar di rak berdebu menjadi saksi bisu
Sumbangan pendidikan
berlomba tak mau ketinggalan akhirnya mereka di jalan
Menjual suara,
mengetuk rumah tua hati penguasa tapi tak terdengar jawab nya
Menjual derita, menyentuh
rasa ratusan juta manusia tapi keras bagai baja
Menjual harga diri, untuk
menggapai sejuta mimpi diantara timbunan angan-angan
Menjual cerita tentang
kebodohan, kebohongan, tentang kepalsuan, dan kemunafikan
Barisan anak-anak
putus sekolah terus mengular lahir dari rahim sistem pendidikan yang kacau
Aku lihat anak-anak
usia produktif ber costum badut menyerbu lampu merah
Mereka bersimpuh
diantara gebalau peradaban mempertontonkan adegan drama satir
Melukai setiap hati
para pengguna jalan tidak mengerti apa yang sedang terjadi
Senyum pahit nya
meronta-ronta tanpa suara dari balik topeng nya yang penuh luka
Ketika lampu menyala
merah tangan-tangan badut itu melambai sendu kedalam hatiku
Bagaimana kita dapat
menyiapkan generasi tangguh untuk merebut masa depan cemerlang
Bila anak-anak sekolah
hanya diajari mengisi lembar soal ujian tanpa tahu masalah kehidupan
Jenjang pendidikan
menjadi mesin pencetak generasi lemah yang tergantung pada kecerdasan buatan
Tidak akan sanggup
menjawab tantangan jaman yang direncanakan para pemilik modal
Karena gaji guru honor
tidak lebih besar dari uang jajan anak-anak pengusaha
Oh Potret buram pendidikan
Indonesia mengapa tidak juga mau berubah
Menyiratkan warna
kusam tak berwarna melahirkan generasi pencari kerja
Wajib belajar menjadi program
mimpi setenga hati, tidak tuntas direalisasi
Karena rencana licik neo
kapitalisme mencengkram kuat penguasa negeri ini
Dan bayangan hitam Neo
imperialisme menjelma jadi penjajahan gaya baru
Ciawi, 20 September 2021
SENANDUNG UNTUK AYAH
Oleh : G. Sukaton
Akhirnya engkau pergi juga
Menyusuri tepi malam menyusul belahan jiwa
Yang tentu menunggu mu di tepi masa tak terpeta
Ku antar engkau dengan dzikir lirih dan untaian doa
Ma’assalaamah fii amaanih wahai ayahanda
Sosokmu telah mewarnai setiap relung di beranda jiwaku
Sejatinya engkau adalah pengantin yang segera berbulan madu
Meniti kembali gugusan waktu-waktu yang tertinggal dimasa lalu
Ya Rahim, pertemukan lah kembali ayahanda dengan ibu di dalam di telaga Mu
Seperti di bumi Mu, dahulu mereka pertama kali bertemu
Berikan ampunan Mu ya Ghofur sesudah maut menjemput,
selamatkan dari gejolak jahanam yang gelapnya bagai malam yang pekat
mudahkan hisab nya ketika segala amal Engkau hitung dengan cepat.
Ya Rahman, rahmatilah, bebaskan dan lepaskanlah ayahanda dengan selamat
Muliakanlah dia dan lapangkan kuburnya dari adzab yang berat.
Luaskan jalan masuk menuju Mu, Sucikan dia dengan air jernih menyejukan,
bersihkan dia dari segala alfa menjadi seputih kafan,
bersihkan dari segala kotoran dunia yang mungkin terbawa karena kelalaian,
gantilan rumahnya dengan rumah yang lebih baik dikeabadian,
keluarga yang lebih baik, dari yang kini Dia tinggalkan,
Gembirakan ayahanda dengan senyum ibunda yang pernah menemaninya dengan sabar
di didalam roudhatul jannah dimana dibawahnya sungai abadi mengalir
lindungilah dia dari pedihnya adzab serta fitnah kubur
jauhkanlah ayahanda dari lautan huthomah yang membakar
kabulkanlah ya A’zizul Ghoffar
Harjasari, 14 Juni 2021
ANAK KU
Oleh: G. Sukaton
Manhaj Robbani anak Ku
Realitas kehidupan yang ada disekitarmu
Adalah bahan mentah bagi proses berpikir padu
harus engkau tangkap dengan ilmu
Keutamaan tsaqofah islam adalah bahan bakar
Untuk itu engkau harus sunggu-sungguh belajar
Maka pergi dan temukanlah dengan sabar
Ke barat dan ke timur Robbul Mutakabbir
Sampai engkau mampu mengurai rahasia
Simpul besar yang menelikung akal manusia
Inilah pesan jiwa ku untuk mu ya bunayya
Yang kuperas dari saripati kehidupan dunia
Reguklah dengan ikhlash atas nama Nya
Karena Dia ada dibalik qodlo setiap hamba
Inilah bekal yang aku berikan sebagai pesan taqwa
Tidak akan habis selama engkau menapaki mayapada
Karena itulah dengan memohon ijin illahi
aku namakan engkau Manhaj Robbani
Aku kutip dari keterbatasan ilmu yang faqir ini
Dalam lintasan perjalanan hidup ku yang singkat di bumi
Diselesaikan di Bogor, 20-12-2020
UDIN KAMU DIMANAOleh : G. Sukaton
Disini hanya
ada sunyi yang mendera
Gemericik air
dan semilir angin senja
Menyambut
langkah kaki ku yang lelah dan renta
Ku hirup harum
nya aroma hutan sepenuh dada
Duduk aku
merenung di tengah mewah nya suguhan alam raya
Lagu
kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas
jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak
tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut
megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di
tepi jalan
Derai daun
cemara seperti berbisik dihela angin
Aku jadi
teringat udin, ya Bahrudin
Seorang siswa
sekolah menengah yang sedang beranjak remaja namun miskin
Ibu nya buruh
mencuci dan ayah nya pedagang asongan
Asa nya putus
di hajar masalah keuangan
Aku lihat giginya
yang kekuningan dan kusut nya pakaian seragam
Masih
berkelebat dalam ingatan ku yang paling dalam
Udin dimanakah
kamu kini berdiam
Apakah ada
diantara gebalau deru jalanan yang kejam
Berteman debu
dan angin malam
Apakah kamu
masih sempat membuka lembar-lembar halaman buku pelajaran
Atau jatuh terjerembab
dalam jerat perilaku maksyiat dan tindak kejahatan
Seperti kebiasaan
remaja-remaja sebaya mu yang hidup di jalan
Masih ku ingat
saat tawamu yang berderai diantara kawan-kawan yang tengah sarapan
Engkau hanya
duduk diantara mereka memperhatikan suapan demi suapan
Maafkan aku
udin karena Akal yang dangakal ini tak sanggup menterjemahkan
Makna tawamu
yang berderai disela istirahat pelajaran
Metode
pendidikan yang dirancang tuan-tuan di meja perundingan
Tidak mampu
menjawab dan menyelesaikan persoalan
Karena rencana
dan strategi mengajar dibuat hanya untuk merangkum hapalan
Lagu
kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas
jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak
tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut
megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di
tepi jalan
Ya Tuhan yang
selalu terjaga di sepanjang jaman
Dimanakah kami
bisa sembunyi ketika Engkau Berkenan
jangan biarkan
wabah ini berkepanjangan
karena tangan
kami yang kotor hanya akan menorehkan noda sejarah dan peradaban
tidak mengerti
makna hakiki di balik ujian
Tegal Batu, LBC, TAPOS diselesaikan tanggal 17 Agustus 2020
Klik untuk dengarkan : SYAIKHONA
ANAK KU
Oleh: G. Sukaton
Realitas kehidupan yang ada disekitarmu
Adalah bahan mentah bagi proses berpikir padu
harus engkau tangkap dengan ilmu
Untuk itu engkau harus sunggu-sungguh belajar
Maka pergi dan temukanlah dengan sabar
Ke barat dan ke timur Robbul Mutakabbir
Simpul besar yang menelikung akal manusia
Inilah pesan jiwa ku untuk mu ya bunayya
Yang kuperas dari saripati kehidupan dunia
Karena Dia ada dibalik qodlo setiap hamba
Inilah bekal yang aku berikan sebagai pesan taqwa
Tidak akan habis selama engkau menapaki mayapada
aku namakan engkau Manhaj Robbani
Aku kutip dari keterbatasan ilmu yang faqir ini
Dalam lintasan perjalanan hidup ku yang singkat di bumi
Diselesaikan di Bogor, 20-12-2020
UDIN KAMU DIMANAOleh : G. Sukaton
Disini hanya
ada sunyi yang mendera
Gemericik air
dan semilir angin senja
Menyambut
langkah kaki ku yang lelah dan renta
Ku hirup harum
nya aroma hutan sepenuh dada
Duduk aku
merenung di tengah mewah nya suguhan alam raya
Lagu
kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas
jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak
tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut
megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di
tepi jalan
Derai daun
cemara seperti berbisik dihela angin
Aku jadi
teringat udin, ya Bahrudin
Seorang siswa
sekolah menengah yang sedang beranjak remaja namun miskin
Ibu nya buruh
mencuci dan ayah nya pedagang asongan
Asa nya putus
di hajar masalah keuangan
Aku lihat giginya
yang kekuningan dan kusut nya pakaian seragam
Masih
berkelebat dalam ingatan ku yang paling dalam
Udin dimanakah
kamu kini berdiam
Apakah ada
diantara gebalau deru jalanan yang kejam
Berteman debu
dan angin malam
Apakah kamu
masih sempat membuka lembar-lembar halaman buku pelajaran
Atau jatuh terjerembab
dalam jerat perilaku maksyiat dan tindak kejahatan
Seperti kebiasaan
remaja-remaja sebaya mu yang hidup di jalan
Masih ku ingat
saat tawamu yang berderai diantara kawan-kawan yang tengah sarapan
Engkau hanya
duduk diantara mereka memperhatikan suapan demi suapan
Maafkan aku
udin karena Akal yang dangakal ini tak sanggup menterjemahkan
Makna tawamu
yang berderai disela istirahat pelajaran
Metode
pendidikan yang dirancang tuan-tuan di meja perundingan
Tidak mampu
menjawab dan menyelesaikan persoalan
Karena rencana
dan strategi mengajar dibuat hanya untuk merangkum hapalan
Lagu
kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas
jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak
tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut
megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di
tepi jalan
Ya Tuhan yang
selalu terjaga di sepanjang jaman
Dimanakah kami
bisa sembunyi ketika Engkau Berkenan
jangan biarkan
wabah ini berkepanjangan
karena tangan
kami yang kotor hanya akan menorehkan noda sejarah dan peradaban
tidak mengerti
makna hakiki di balik ujian
Klik untuk dengarkan : SYAIKHONA
NAFSU LAH
Oleh : G. Sukaton
Hakikatnya kita sedang mengikuti hawa nafsu
Kemudian perlahan tapi pasti hidup mulai beringsut meninggalkan mu
dan tenaga terasa menjadi semakin payah
Nafsu bertahan semakin kuat melancarkan keluh kesah
Angan-angan kosong makin panjang berkecambah
Jadi fatamorgana yang akan menghiasi tipu daya
Menuju dasar lembah yang paling hina tanpa Cahaya
Karena disaat kita bersujud meagungkan nama Nya
Diam-diam kita merasa besar diantara manusia
Disaat nafsu sempurna berkuasa
Kebodohan menjadi tentara nya
Dan amarah adalah panglima nya
Jiwa yang lemah adalah budak nya
Selamat Jalan Ibundaoleh: G. Sukaton
Saat waktu berhenti diujung langkahmu
maka engkaupun pergi menemui Robb mu
meninggalkan sesuatu yang bernama rindu
hidup ini memang tinggal menunggu waktu
Saat kami khusuk bertaqorub di ramadlan yang suci
diam-diam engkau pulang ke kampung abadi
menuju dimensi kehidupan yang haqiki
dan ditepi hari yang fitri, berderai doa-doa kami
Saat perjalanan hidup tiba di batas masa
dan detak jantung mu bagai mendaki udara
barulah aku mengerti apa artinya duka
aku berharap bisa bersamamu lagi di surga
Ya Robb, Gofuururrohim
dengan setiap tetes air susunya yang memenuhi akalku
dengan setiap gumpal darahnya yang mengalir di jantungku
dengan setiap butir keringatnya yang menuntun asaku
dengan sebening air matanya yang melumuri jiwaku
Ampunilah Ibunda
tempatkanlah dia disisi Mu saja
Aamiin ya Robb, Dzat Pengabul doa
Bogor, 21 Juli 2018
SETU PATENGAN
SURAT UNTUK PRESIDEN
Bapak Presiden yang baik hatinya
Klik disini untuk mendengarkan :HAYYUL HADI, DANA SIKKAH
Dunia berada di ujung telunjuk anak ku
Oleh: G. Sukaton
Luasnya hanya beberapa inci
Dalam situs-situs maya anak ku bersembunyi
Membangun istana dengan tangan nya sendiri
Anak ku dimana kamu kini, berabad dia tak kembali
Jiwanya yang dahaga kian rekah tidak bisa lagi disusui
Untuk masuk ke bilik nya aku harus tahu kode sandi
Tiap menit nafasnya adalah eksplorsi
Update status membangun jaringan, tempat nya sembunyi
Dimanakah kau anak ku
Kita dipisahkan oleh peradaban
Padahal engkau hanya duduk di situ
Bahkan desah mu dapat aku rasakan
Saat kau retas rahasia terlarang dalam dua abjad bantuan
Akupun terjunkal ditelikung jejari mu
Coba mengejar dan berseru, jangan!
Tapi, ke balik jejaring kau cepat berlalu
Jejak mu tak ter rekam pengamatan
Dunia tak berdinding dibawah telunjuk anak ku
Banjir informasi menenggelamkan perahu akal mu
Yang teranyam dari pongah kebodohan ku
Pasar dunia menggenang di tas sekolah dan buku
Bahkan tugas dari guru kau beli di situ
Aku pun terjungkal ditelikung jejari mu
Coba menawar waktu untuk bertemu
Dalam putaran detik semakin cepat berlalu
Tapi jejari anak ku begitu cepat tak terburu
Dimanakah kau anak ku
Aku merindukan lagi rengek mu
Memecahkan pekerjaan rumah seperti dulu
Melayarkan perahu jaman di tawamu
Menghitung biji dacon dari tangan ibu
Masa kini memang milikmu
Tanganku kian rapuh tak sanggup lagi merebut waktu
Dunia maya mengambang di ujung jemari anak ku
Detik-detik menggelombang di ingatan ku
Bayangan masa lalu adalah jarak yang tak dapat ku tempuh
Aku berteriak sepenuh langit di sunyi bumi pencarian
Tapi engkau semakin jauh melayari gelombang pulsa
Dan aku ternganga menghitung kecepatan jari mu
Berlompatan diatas keyboard menertawakan aku
Maka aku pun beku dalam dekapan waktu
JUM’AT BASAH
Oleh : G. Sukaton
Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena anggaran pendapatan belanja negara yang buntu dijawab dengan agen-agen penyalur pembantu.
Astaghfirullah
iman kita ini
ditakar dengan secangkir kopi
dan sepiring nasi
mengerang sepanjang siang
ingin bersetubuh dengan nafsu
berusaha senggama dengan amarah
Astaghfirullah
iman kita ini
setara dengan sepotong kemeja
dan setumpuk kerja
menggeliat setiap saat
ingin melafadzkan asmaul husna
tapi tak fana
berusaha bersekutu deng dzat MU
tapi tak tawadlu
Astaghfirullah
iman kita ini
ternyata berhadapn dengan angka
adu tender proyek raksasa
jadi tampak kumal
dilabeli nilai-nilai nominal
harganya sama dengan seonggok gombal
Astaghfirullah
iman kita adalah
budak nafsu yang mudah mengalah
tidak bisa berkata sudah !
pada tawaran hidup mewah
seringkali bertambah serakah
pada kedudukan basah
Astaghfirullah
iman kita adalah
kulit bawang dibibir pedang
adalah kulit ari diujung duri
tergeletak dibawah tanah
tersesat tanpa petunjuk arah
kerontang dilautan pasir
getas diranting kering
faghfirliy, faghfirliy
fainnahu,
la yaghfirudz dzunuuba
illa anta
SEBUAH SUNGAI DI NEGERI KHALTULISTIWA
sungai itu mengalir kuat
dari benak pemikir hebat
mereka berbincang tentang harkat
benang merah dan hakikat
pada samudra yang menggelegak
semuanya bermuara
aku menangkap sebuah gelagat
akan datang air bah yang sangat dahsyat
"siapkan segera perahu Nuh !"
kita akan berlayar sangat jauh
tanah para wali ini sudah terlalu riuh
anak-anak nabi sudah sangat sibuk saling tuduh
mereka jadi sangat gemar membunuh
berkacalah negeri khatulistiwa
pada zaman yang sedang meronta
hari-hari padat dengan pergolakan manusia
ke samudera mana sungai akan bermuara
membawa "perahu Nuh" yang luka
tumpukan kekecewaan dan sedikit asa
sudah sampai dimana kita mengembara
memikul beban amanah
mengalirkan perahu yang semakin sarat
gelombang badai sudah dekat
mungkin kita tidak akan sempat
mencapai bukit terdekat
karena pasangan yang kita muat
sudah sangat sekarat
mereka tidak bisa lagi diharapkan
membangun tatanan baru yang lebih mapan
penyakit yang diderita sudah dangat mengkhawatirkan
masa depan kita tidak bisa kita bayangkan
anak-anak kitalah yang akan melanjutkan
Sirnagalih, 18 Desember 1999
TAHAJUD
Ada kerinduan yang tidak pernah tuntas dalam setiap sujudku
pada tajjali=MU
untuk menghirup udara ma'rifat
dalam kesunyian tahajud
tapi relung jiwa ini terasa sesak
menampung gelombang yang setiap waktu menggelombang
maka ampunilah aku
Pasang surut iman menelantarkan maqom
sejuta peristiwa tidak cukup meredam
pertumbuhan belantara subhat yang kelam
semangat yang terkikis dan dendam
lalu kegetiran dan diam-diam waktu menikam
keterpurukan ummat dalam kebersamaan
menciptakan warna kusam dalam ingatan
Ketika taklid menjadi pilihan beragama
kerinduanku teraniaya sudah
karena shalawat tidak bermakna cinta
karena doa tidak melahirkan taqwa
karena peribadatan menjadi bianglala
sayap azan patah diudara resah
terbukalah beribu pintu dunia
menuju pekat gelita
dimana Engkau tidak lagi esa
aku terperangah seketika
mereka berlomba-lomba menyeretku kedalam khutomah
Nopember '99
KADO
(untuk Yana WS)
Pesan yang aku titipkan, mungkin
tidak pernah sampai padamu
karena salah memberi arti
atau ganti rupa jadi wajah lain
yang mungkin menakutkan
Untuk kali ini
cobalah mengerti
matahari tidak akan punya arti
sebelum bertemu wajah bumi
cahaya manabisa punya makna
tanpa berjumpa dengan gelap
Api punya semangat
semangat punya harapan
harapan punya penantian
penantian punya hidup
hidup punya aku
aku punya Tuhan, Tuhan menciptakan engkau
engkau ...........
Sudahlah bersihkan tanganmu
dari poly ressin filler
tinggalkan sesaat modeling dan casting
atau copper electroplated
dan las patri
Bila esok aku ketuk pintumu
bukan lagi suara serakmu
menyelinap dari lubang kunci
tapi dinamika sosok yang sejati
Desember '98
MENCARI TAUHID
Aku kira engkau Tuhan
ternyata hanya sebuah mitos kekuasaan
aku sangka engkau cahaya
ternyata hanya sebuah kemilau dunia
aku rasa malam
ternyata gelap hatiku kehilangan kalam
Waktu berjalan, zaman berganti
manusia bertambah meniti geberasi
tapi angin
tapi air
tapi udara
bumi ini laut ini, antariksa dan
galaksi lalu tata surya
bima sakti dan ebola
lalu flora dan fauna
laut serta isinya
hutan dan kandungannya
sungai batu dan debu adalah semesta
semuanya berdesak-desakan dalam ingatan
masing-masing menuntut pemecahan
masing-masing saling membukakan jalan
Kulalui perjalanan ruhani
sepi sendiri
diantara pusaran cepat
angin perubahan bagai topan
aku meraba menduga dan terus mencari
dalam hingar bingar taklid
dan gelap subhat
hasbunallah wani'mal wakil
selamatkanlah sekerat daging ini
Nopember '99
BILA NANTI
Dik !
bila nanti
desis bus antar kota
telah membawamu pergi
jauh dari kota ini
kemudian perjalanan waktu
dengan pasti mengaburkan
gambaran wajahku dihatimu
dekaplah semua jejak yang
telah jadi kenangan
lalu semayamkan dalam hatimu
jangan lagi engkau tergoda
untuk menoleh
pada lambayan hatiku yang rawan
Semua senja akan sama
memantulkan kehampaan yang engkau bawa serta
tentu karena semburat cahaya
sudah terlanjur engkau biaskan
mewarnai lukisan maya dipadang jiwa
Tetaplah begitu
aku ingin engkau pelihara
rahasia gelombang yang terkapar diceruk hati
harapan hidupmu yang remaja
ingin kutaburi dengan sejuta warna
tapi untaian waktu begitu rentan
putus pada simpul yang tidak aku duga
Dik !
bila nati
hiruk pikuk terminal kota
menyambut letihmu
rengkuhlah semua wajah yang
sudah lelah menunggu
karena itu adalah wajah rinduku
memantul dari keraguan hatimu
Pada saat itu aku berharap
engkau dapat memberi makna
senja dihatiku
ketika engkau kusuguhi semeja diam
itu adalah sajian terbaik
dari kedewasaan sikap
ah ...pasti engkau mengerti !
Megamendung, Juni '99
TIMOR TIMUR
Setelah engkau lepaskan pelukanmu
dari haribaan nusantara
untuk memilih panji-panji sendiri
maka garuda melayang diuadara kepayahan
sehelai bulunya dicabut kekuatan asing
untuk kepentingan siapa
Lorosae...Lorosae
pertemuan kita adalah luka sejarah
pertumpahan darah abadi sepanjang zaman
akan terus berulang lagi
engkau hanya semburat warna kusam
dari medan pertempuran peradaban
sudah tertulis itu dengan tinta airmata
Lalu bagaimana lagi hatimu dapat kusentuh
ketika pembantaian masal engkau namakan perlindungan
perang saudara engkau hembuskan dan
perbedaan pendapat jadikan bara
maka aroma kematian merebak
dari sekelompok pengungsi kelaparan
Lorosae...Lorosae
kebersamaan kita telah lama usai
tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan senjata
ataupun mitos tentara gabungan
kebencian yang dipupuk lewat hitungan masa
telah melumpuhkan mesin kota
Bumi Lorosae terpedaya
dan kota Dili mati
kedamaian tidak dapat digantungkan kepentingan
karena bahasa kekuasaan selalu bernuansa kelabu
kebinasaan tidak dapat ditunda
ini adalah tanda zaman yang renta
dimakan tipu daya
September '99
BULAN DIATAS JAKARTA
Diatas Jakarta yang hingar
lampu-lampu mercuri
jalan layang dan pejalan kaki
seperti bola mainan anaku
warnanya orange labih pudar
ditendang masuk kekolong jembatan
Diantara neon sign billboard berukuran raksasa
engkau sembunyi separuh lagi masih terlihat
cahayamu pucat ditelan kemilau lampu jalan
bagaikan beribu kunang-kunang
merambati jala-jalan kota
Lebih kepinggir sedikit
berceriteralah sekelompok pedagang asongan
tentang cahaya bulan yang pernah menyelinap
masuk dinding rumah bambu dikampungnya
Di Jakarta yang selalu bingar
bulan disundul kondominium
berlantai entah berapa ratus
bayangannya jatuh menimpa titk-titik cahaya
entah kendaraan bermotor hasil mencuri
atau mobil pribadi dapat korupsi
Kepinggir bodoh !, ini Jakarta !
Terkurung gedung-gedung perkantoran
tiang-tiang peyangga beton
para pemburu waktu dan keterasingan
ditabrak sorot lampu ambulance
cahaya bulan semakin loyo
Sampai ditepi kota
perbedaan semakin tajam
pisau belati diudara kebingungan
anak-anak gamang ditepi jalan
udara malam menggigit kulit kaum urban
kelompok marginal yang menjadi denyut metropolitan
warna kemiskinan yang terus dipulas kekerasan
racun dan penipuan
Meskipun oleng bulan terus berlayar
dilautan udara Jakarta
menyaksikan setiap gerak
setiap perubahan
melengkapi warna malam
September '97
PANTAI ANYER
Disini hanya ada angin laut, gelombang
dan terumbu karang
kapan akan menyisir perahu tua
sedang layar tidak lagi berkembang
tiang-tiangnya patah
lampu-lampu badai sudah lama padam
pukat dan jala jadi cendera mata
Laju ombak terhalang perahu wisata
deru motor boat menggantikan teriakan para nelayan
anak-anak pantai jadi lesu mengusung harapan
yang tidak mungkin lagi datang
pantai sudah menjadi keranjang sampah terbesar
O hangatnya rumah-rumah peristirahatan
gemuruh mesin pencetak wisatawan
arus sungai para pendatang
menyerang bagai gelombang
mengangkut sampah segala macam kebisingan
gelisah mengangkut kotoran
kantong-kantong maksiat ditepi jalan
Segala keindahan ini akan rusak pasti
semua ini bukan milik kami
kecipak ikan tidak akan terdengar lagi
senandung para nelayan
hanya igauan para pedagang cenderamata
ditenda-tnda keterasingan
mengurung pantai yang sekarat
hidup kami sudah ditukar
petualangan pencari ikan selesai sudah
sekarang tinggal ceritera
September '97
puisi adalah bahasa jiwa yang lembut dan sejuk menyusup kedalam relung hati
BalasHapus