Islamic Painting Club

Islamic Painting Club
Karya : GUNUNG SUKATON, Pengelola SEKAR IMAGE

Puisi

Doa di Jakarta


Dari gelap menuju terang

Karya : G. Sukaton

ImageDengan mengeja Alif, Laam, Miim.
hamba rebahkan segenap kesombongan dikaki Paduka yang berkuasa atas jiwa. Ini adalah kesepakatan yang tak bisa diingkari perjalanan ruhani menuju matahari dari gelap yang menyekap menuju Maha Cahaya yang terang benderang. Memperbaiki segala yang telah dirusak, mengembalikan segala yang telah diambil oleh tangan tak berhati, hati tak bermata, mata tak berjiwa. Janganlah engkau menukar kesesatan dengan petunjuk. Kuketuk dan kuketuk setiap pintu namun kutangkap senyap gelap mendekap, sekali kudengar suara ‘siapa yang berkuasa atas ada dan tiada’ gemanya memantul pada dinding tak bertemu jawab karena bukan tanya kau bawa hanya riap amarah dari getas jiwa. Perumpamaan tidak sanggup engkau terangkan pada petunjuk engkau mengutuk disempit jiwa engkau berkelana, engkau kapal layar tak bernakoda terombang ambing jadi sampah di cakrawala. Mengapa kamu ingkar pada perjanjian setelah teguh perjanjian padahal awalnya engkau tidak ada lalu Dia hidupkan dari air yang hina dalam tempat yang mulia engkau disiapkan menjadi sosok lemah tak bernama, tiba-tiba engkau menjadi angkuh dengan sejumput ilmu. Ingatlah saat Dia mengajarkan kepada Adam nama benda-benda satu persatu agar engkau menjadi tahu setelah tidak tahu. ‘Lalu para malaikat penjaga langit bersujud ‘sesungguhnya Engkau lebih tahu’.
Dengan mengeja Alif, Lam, Mim.
Sungguh kami sudah membuat kerusakan dan menumpahkan darah diatas bumi para lelaki mati ditangan kami, istiri-istri kehilangan suami, anak-anak kehilangan bapak jadi gambaran suram dimedan pertempuran, semesta jadi kelam. Putra-putra sejarah terus lahir dari rahim peradaban purba, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau. “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, Sungguh Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan dalam dada?” tapi engkau tetap saja berkutat dalam kesesatan sampai habis waktu yang dijanjikan. Benang cahaya ini begitu jelas menuntun kelam jiwa dari gelap menyekap menuju cahaya terang benderang. Tapi lentera akal yang tersia kulihat sekerjap saja, hanya sekerjap semakin menjauh dipalung kesengsaraan, pencarianmu tak pernah usai tersesat di bilik sempit jiwa. Kalau saja engkau sungguh-sungguh ruku bersama orang-orang yang ruku ada karunia dan rahmat atasmu dari Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, tapi kamu jadikan itu permainan diwaktu luang padahal awalnya engkau tidak ada lalu Dia hidupkan dari air yang hina dalam tempat yang mulia engkau disiapkan menjadi sosok lemah tak bernama. Lihatlah langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Mari benahi lagi bangunan akal ini, sisihkan di tepi fikrah-fikrah asing yang menumpuk kumuh memenuhi ruang kesadaran berpikir, dan kedua tangan ini raihlah tanpa curiga.
Dengan mengeja Alif, Lam Mim
Kalau bukan karena Rahman dan Rahim tentu sudah lama langit diatasmu runtuh dan bumi dikaki ini rekah. Selamatkanlah jiwamu dan jiwa-jiwa dibawah tanganmu dengan dua berkas cahaya yang semburat dari kabar gembira dan peringatan yang dibawa Sang Utasan dari Yang Maha Memelihara. Ingatlah satu saat, apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang amat dahsyat, dan bumi mulai mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya lalu bumi berceritera dengan ijin-Nya, ketika itu manusia bagaikan anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Dan manusia hanya sanggup berucap tanya ‘mengapa bumi jadi begini?’. Banyak muka yang semula pongah tengadah pada hari itu tunduk terhina

AKU DI JALAN

Oleh : G. Sukaton

 

Dengan bekal doa dan niat yang kuat aku bergegas kembali ke jalan menyapa kehidupan.

Tempat kami dulu dengan senang hati menyemai benih-benih perjuangan, bukan kebencian.

Bersama segenggam semangat yang sudah kian matang dan terus kami emban.

Tidak lupa kubawa serta anak-anak jaman yang sudah dibesarkan oleh waktu sebagai teman.

Maka terimalah setiap tetes peluh dan letih persembahan kecil ini sebagai doa ya Robbal ‘alamin.

 

Kaki-kaki penopang tubuh renta ini memang sudah tidak sekuat dulu lagi

Tapi mohon biarkanlah aku tetap berdiri paling depan menghadang setiap terpaan menjadi pagar bagi siapa yang disakiti

Meski sendi-sendi mulai gemetar dan keringat terus mengucur dari kulit keriput ini

Ku harap dapat menjelma menjadi sungai harapan yang akan mengalirkan generasi terbaik negeri ini

Menjadi gelombang pasang samudera peradaban manusia yang selama berabad di nanti.

 

Berhembuslah angin perubahan agar reda rasa sakit yang kian tak tertahankan mendera zaman Tumbuhkan keberanian dalam benak kami untuk merubuhkan bangunan keserakahan kaum tiran Bangunkan kesadaran jiwa-jiwa yang terlalu lama di nina bobokan, agar segera tegak dan kokoh kembali tiang-tiang persaudaraan.

Luluh lantakan jaringan kejahatan dan rumah-rumah kesombongan dari dalam hati dan ingatan

karena kebodohan dan kebohongan yang tealh menjadi berita harian harus segera dihentikan.  

 

Dimanakah para pencari ilmu bersembunyi, kemanakah para pemberani berjiwa suci pergi.

Jangan biarkan jalan ini menjadi sunyi tanpa seruan menggetarkan udara pagi.

Marilah mendekat kesini, temani aku menempuh perjalanan menyongsong cahaya Ilahi.

Mari mendekatlah ke sini bergerak ditengah genangan keringat rakyat yang terus diperas kekuatan asing yang mengangkangi negeri.

Lihatlah betapa nestapanya nasib generasi negeri ini jadi permainan saudaranya sendiri.

 

Kembalilah wahai para pemberani yang dulu pernah berjaya menjaga perbatasan tanah subur.

Hutan gundul tak mampu menampung curahan air hujan menyerap kedalam benak bumi yang gembur.

Karena kekayaan alam yang melimpah dibiarkan dijarah para pendatang menjadi berita setiap hari. Maka sempurnalah cerita duka di negeri khatulistiwa ini

karena gerombolan para pencuri yang kebal hukum sudah berteman akrab dengan para petinggi.

 

Bogor, 7 September 2022 

KABAR DARI JALAN

Oleh : G. Sukaton

 

Seorang anak gadis kecil melintas di tepi jalan mengejar harapan nya yang hilang

Sebelah kaki nya tertinggal di bangku sekolah terikat biaya yang menjerat

SPP melambung tinggi di langit tak terjangkau tangan nya yang kecil dan rapuh

Tumpukan buku-buku pelajaran berjajar di rak berdebu menjadi saksi bisu

Sumbangan pendidikan berlomba tak mau ketinggalan akhirnya mereka di jalan

 

Menjual suara, mengetuk rumah tua hati penguasa tapi tak terdengar jawab nya

Menjual derita, menyentuh rasa ratusan juta manusia tapi keras bagai baja

Menjual harga diri, untuk menggapai sejuta mimpi diantara timbunan angan-angan

Menjual cerita tentang kebodohan, kebohongan, tentang kepalsuan, dan kemunafikan

Barisan anak-anak putus sekolah terus mengular lahir dari rahim sistem pendidikan yang kacau

 

Aku lihat anak-anak usia produktif ber costum badut menyerbu lampu merah

Mereka bersimpuh diantara gebalau peradaban mempertontonkan adegan drama satir

Melukai setiap hati para pengguna jalan tidak mengerti apa yang sedang terjadi

Senyum pahit nya meronta-ronta tanpa suara dari balik topeng nya yang penuh luka

Ketika lampu menyala merah tangan-tangan badut itu melambai sendu kedalam hatiku

 

Bagaimana kita dapat menyiapkan generasi tangguh untuk merebut masa depan cemerlang

Bila anak-anak sekolah hanya diajari mengisi lembar soal ujian tanpa tahu masalah kehidupan

Jenjang pendidikan menjadi mesin pencetak generasi lemah yang tergantung pada kecerdasan buatan

Tidak akan sanggup menjawab tantangan jaman yang direncanakan para pemilik modal

Karena gaji guru honor tidak lebih besar dari uang jajan anak-anak pengusaha

 

Oh Potret buram pendidikan Indonesia mengapa tidak juga mau berubah

Menyiratkan warna kusam tak berwarna melahirkan generasi pencari kerja

Wajib belajar menjadi program mimpi setenga hati, tidak tuntas direalisasi

Karena rencana licik neo kapitalisme mencengkram kuat penguasa negeri ini

Dan bayangan hitam Neo imperialisme menjelma jadi penjajahan gaya baru

 

Ciawi, 20 September 2021

SENANDUNG UNTUK AYAH

Oleh : G. Sukaton

 

Akhirnya engkau pergi juga

Menyusuri tepi malam menyusul belahan jiwa

Yang tentu menunggu mu di tepi masa tak terpeta

Ku antar engkau dengan dzikir lirih dan untaian doa

Ma’assalaamah fii amaanih wahai ayahanda

 

Sosokmu telah mewarnai setiap relung di beranda jiwaku

Sejatinya engkau adalah pengantin yang segera berbulan madu

Meniti kembali gugusan waktu-waktu yang tertinggal dimasa lalu

Ya Rahim, pertemukan lah kembali ayahanda dengan ibu di dalam di telaga Mu

Seperti di bumi Mu, dahulu mereka pertama kali bertemu

 

Berikan ampunan Mu ya Ghofur sesudah maut menjemput,

selamatkan dari gejolak jahanam yang gelapnya bagai malam yang pekat

mudahkan hisab nya ketika segala amal Engkau hitung dengan cepat.

Ya Rahman, rahmatilah, bebaskan dan lepaskanlah ayahanda dengan selamat

Muliakanlah dia dan  lapangkan kuburnya dari adzab yang berat.

 

Luaskan jalan masuk menuju Mu, Sucikan dia dengan air jernih menyejukan,

bersihkan dia dari segala alfa menjadi seputih kafan,

bersihkan dari segala kotoran dunia yang mungkin terbawa karena kelalaian,

gantilan rumahnya dengan rumah yang lebih baik dikeabadian,

keluarga yang lebih baik, dari yang kini Dia tinggalkan,

 

Gembirakan  ayahanda dengan senyum ibunda yang pernah menemaninya dengan sabar

di didalam roudhatul jannah dimana dibawahnya sungai abadi mengalir

lindungilah dia dari pedihnya adzab serta fitnah kubur

jauhkanlah ayahanda dari lautan huthomah yang membakar

kabulkanlah ya A’zizul Ghoffar

 

 

Harjasari, 14 Juni 2021

ANAK KU
Oleh: G. Sukaton

  

Manhaj Robbani anak Ku
Realitas kehidupan yang ada disekitarmu
Adalah bahan mentah bagi proses berpikir padu
harus engkau tangkap dengan ilmu
 
Keutamaan tsaqofah islam adalah bahan bakar
Untuk itu engkau harus sunggu-sungguh belajar
Maka pergi dan temukanlah dengan sabar
Ke barat dan ke timur Robbul Mutakabbir
 
Sampai engkau mampu mengurai rahasia
Simpul besar yang menelikung akal manusia
Inilah pesan jiwa ku untuk mu ya bunayya
Yang kuperas dari saripati kehidupan dunia
 
Reguklah dengan ikhlash atas nama Nya
Karena Dia ada dibalik qodlo setiap hamba
Inilah bekal yang aku berikan sebagai pesan taqwa
Tidak akan habis selama engkau menapaki mayapada
 
Karena itulah dengan memohon ijin illahi
aku namakan engkau Manhaj Robbani
Aku kutip dari keterbatasan ilmu yang faqir ini
Dalam lintasan perjalanan hidup ku yang singkat di bumi

 

Diselesaikan di Bogor, 20-12-2020

 

UDIN KAMU DIMANA
Oleh : G. Sukaton

 

Disini hanya ada sunyi yang mendera
Gemericik air dan semilir angin senja
Menyambut langkah kaki ku yang lelah dan renta
Ku hirup harum nya aroma hutan sepenuh dada
Duduk aku merenung di tengah mewah nya suguhan alam raya
 
Lagu kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di tepi jalan
 
Derai daun cemara seperti berbisik dihela angin
Aku jadi teringat udin, ya Bahrudin
Seorang siswa sekolah menengah yang sedang beranjak remaja namun miskin
Ibu nya buruh mencuci dan ayah nya pedagang asongan
Asa nya putus di hajar masalah keuangan
 
Aku lihat giginya yang kekuningan dan kusut nya pakaian seragam
Masih berkelebat dalam ingatan ku yang paling dalam
Udin dimanakah kamu kini berdiam
Apakah ada diantara gebalau deru jalanan yang kejam
Berteman debu dan angin malam
 
Apakah kamu masih sempat membuka lembar-lembar halaman buku pelajaran
Atau jatuh terjerembab dalam jerat perilaku maksyiat dan tindak kejahatan
Seperti kebiasaan remaja-remaja sebaya mu yang hidup di jalan
Masih ku ingat saat tawamu yang berderai diantara kawan-kawan yang tengah sarapan
Engkau hanya duduk diantara mereka memperhatikan suapan demi suapan
 
Maafkan aku udin karena Akal yang dangakal ini tak sanggup menterjemahkan
Makna tawamu yang berderai disela istirahat pelajaran
Metode pendidikan yang dirancang tuan-tuan di meja perundingan
Tidak mampu menjawab dan menyelesaikan persoalan
Karena rencana dan strategi mengajar dibuat hanya untuk merangkum hapalan
 
Lagu kemerdekaan berdentang-dentang dalam ingatan
Sepanjang ruas jalan berhias bendera kebangsaan
Lalu anak-anak tak beralas kaki datang berhamburan
Menyambut megahnya rombongan pejabat kenegaraan
Tapi hanya di tepi jalan
 
Ya Tuhan yang selalu terjaga di sepanjang jaman
Dimanakah kami bisa sembunyi ketika Engkau Berkenan
jangan biarkan wabah ini berkepanjangan
karena tangan kami yang kotor hanya akan menorehkan noda sejarah dan peradaban
tidak mengerti makna hakiki di balik ujian



Tegal Batu, LBC, TAPOS diselesaikan tanggal 17 Agustus 2020

 Klik untuk dengarkan : SYAIKHONA

NAFSU LAH

Oleh : G. Sukaton


Bila hidup tidak di pandu oleh cahaya ‘ilmu,
Hakikatnya kita sedang mengikuti hawa nafsu
Nafsu akan menyeret perjalanan menuju kehidupan semu
Sampai raga mulai meranggas lunglai kehilangan daya lalu layu
Kemudian perlahan tapi pasti hidup mulai beringsut meninggalkan mu 

Ketika setiap sendi dalam tubuh merapuh
dan tenaga terasa menjadi semakin payah
Nafsu bertahan semakin kuat melancarkan keluh kesah
Angan-angan kosong makin panjang berkecambah
Keinginan yang selalu dituruti jadi lahan subur tempat nafsu berumah 

Kemilau dunia menari-nari dalam ruang hampa jiwa
Jadi fatamorgana yang akan menghiasi tipu daya
Menuju dasar lembah yang paling hina tanpa Cahaya
Karena disaat kita bersujud meagungkan nama Nya
Diam-diam kita merasa besar diantara manusia 

Padahal kita hanyalah setangkai jelaga
Disaat nafsu sempurna berkuasa
Kebodohan menjadi tentara nya
Dan amarah adalah panglima nya
Jiwa yang lemah adalah budak nya

Sirnagalih, 20 Juni 2020


Selamat Jalan Ibunda
oleh: G. Sukaton



Saat waktu berhenti diujung langkahmu
maka engkaupun pergi menemui Robb mu
meninggalkan sesuatu yang bernama rindu
hidup ini memang tinggal menunggu waktu

Saat kami khusuk bertaqorub di ramadlan yang suci
diam-diam engkau pulang ke kampung abadi
menuju dimensi kehidupan yang haqiki
dan ditepi hari yang fitri, berderai doa-doa kami

Saat perjalanan hidup tiba di batas masa
dan detak jantung mu bagai mendaki udara
barulah aku mengerti apa artinya duka
aku berharap bisa bersamamu lagi di surga

Ya Robb, Gofuururrohim
dengan setiap tetes air susunya yang memenuhi akalku
dengan setiap gumpal darahnya yang mengalir di jantungku
dengan setiap butir keringatnya yang menuntun asaku
dengan sebening air matanya yang melumuri jiwaku

Ampunilah Ibunda
tempatkanlah dia disisi Mu saja

Aamiin ya Robb, Dzat Pengabul doa



Bogor, 21 Juli 2018




SETU PATENGAN
Oleh : G. Sukaton

Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
Tubuh renta ini pernah rebah di hamparan rumputmu
Menghitung bintang dengan telunjuk dibawah langit kelabu
Lalu selimut kabut memeluk tubuh malam sampai kaku
Aku mencari hangat api diujung reranting membeku
Ooo setu patengan yang syahdu bagai untaian lagu

Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
Aku kembali datang membawa anak-anak jaman padamu
Ingin membasuh wajah lelah nya dengan sejuk airmu
Tangan lemah ini pernah perkasa mendayung perahu
Tapi seperti dulu engkau hanya diam membisu
Meski dari balik rimbunan pinus kulihat engkau tersipu

Ooo setu patengan yang biru bagai beludru
Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
kaki ini jadi gemetar saat menapaki titian bambu
bergegas aku ingin menghambur dalam rengkuhanmu
mabuk dalam aroma kulit pinus seperti dulu
menghirup secangkir kopi dan sepotong rindu



Bandung 23 Mei 2017 


SURAT UNTUK PRESIDEN
(Refleksi akhir tahun)

Oleh : G. Sukaton


Bapak Presiden yang baik hatinya
Lihatlah bunga-bunga bangsa layu ditaman nusantara
Tunas-tunas remaja berguguran sebelum mekar dimayapada
perahu akal mereka tenggelam ditelan banjir informasi disamudera sosial media, tak berdaya
karena pintu-pintu dunia dibiarkan terbuka lebar memasuki ruang pribadi sebelum masanya tiba.
Dengan satu ketukan jari saja, prilaku hidup bebas menjamah bilik hati anak kita jauh sampai relung paling rahasia
Maka anak-anak tumbuh dewasa dengan cepat tanpa diimbangi kematangan nalarnya
karena tangan-tangan pemilik modal menggurita dibalik meja penguasa, membunuh karakter penguasa dengan uang
mewarnai peraturan pengganti undang-undang untuk memuluskan kepentingan para pedagang, maka teknologi industri media dimainkan dalam satu pintu, menciptakan bahasa uang  menjadi senjata mematikan.
Kurikulum pendidikan dirancang menjadi mesin pencetak generasi lemah tanpa daya juang, mencoba tawar menawar dibawah tekanan kepentingan asing
metode belajar dipelajari sebagai materi pelatihan para pengajar saja, untuk mendongkak golongan, tidak bisa menyentuh benak anak-anak Indonesia
Anak-anak Indonesia terbata-bata mengeja teori yang diimport untuk kepentingan siapa
Melahirkan budaya dan ideologi yang memisahkan kehidupan bernegara dengan agama.

Bapak Presiden yang sederhana hidupnya
Dengarlah tangisan pertiwi yang merana karena pembangunan yang tergesa-gesa
mendera tubuhnya tanpa ada pembelaan dari putra-putra bangsa yang sedang mabuk kuasa
ribuan hektar hutan lenyap dalam sekejap meninggalkan kabut asap, karena lahan gambut dibakar dengan sadar.
Minyak  kelapa sawit, menjadi mimpi mengerikan di bumi kalimantan, sulawesi dan tentu saja di ribuan kota yang menjadi gelap terpapar asap persekongkolan, membuat pedih mata hati
maka dilahan perkebunan hutan tropis yang kaya dengan ragam satwa dan aneka hayati, orang tua kami terkapar mati
Berbagai pertanyaan yang tidak mendapatkan jawaban menjadi berita harian setiap media pemberitaan, membuat gaduh berkepanjangan tanpa ada jalan keluar yang pantas ditawarkan.
anak-anak pribumi harus puas menjadi kacung dan dihinakan ditanah ibunya, mereka mengais-ngais sisa sampah batu bara dengan tangan telanjang.
mata pena  adalah senjata mematikan yang dibawa para penjarah negeri yang berlindung dibalik perjanjian dan berbagai peraturan pengganti undang-undang yang dibuat oleh para saudagar di rumah rakyat.
Anak-anak negeri mengganti tanah dengan darah, menukar hutan dengan asap, menyulap sunyi jadi sampah suara.

Bapak Presiden yang lembut tutur katanya
Mengapa dada ini terasa sesak menyaksikan anak-anak kami tumbuh menjadi pribadi yang keras perangainya mudah sekali marah, untuk berpikir dan bekerja keras mereka malas,
karena sistem pendidikan menjadi mesin pencetak tenaga kerja, hanya menjanjikan selembar kertas.
Karena di sekolah sudah menjadi tempat yang mengerikan,transaksi jual beli semakin jelas
Tindak kekerasan dan perlakuan cabul pada anak sangat memilukan seperti gunung es, menggelindingkan bola salju, memporak porandakan generasi emas
Bagaimana masa depan bisa dimenangkan bila strategi direncanakan dengan serampangan oleh pejabat rakus yang berperilaku seperti tikus, tidak bisa membedakan antara seonggok rongsokan dengan timbunan emas.

Bapak Presiden  yang piawai merangkai teori
Revolusi mental tidak bisa dijalankan hanya dengan memampang  papan slogan
Perubahan hakiki tidak bisa dilakukan hanya dengan propaganda dalam rangkaian presentasi
Karena hakikat penciptaan manusia di dunia bukan sebagai mesin produksi yang bekerja tanpa hati
Manusia harus disadarkan jati dirinya sebagai makhluk yang diciptakan, membawa misi besar dari Robb nya, menjaga alam raya dan kehidupan agar lestari sesuai fitrahnya
Membangun peradaban manusia tidak cukup dengan mendatangkan para pemilik modal lalu mengumpulkannya dalam sebuah permufakatan rahasia
Tidak juga dengan berbagai kerjasama multilateral
apalagi dengan komporomi antar bangsa di panggung konferensi internasional.
Kejayaan sebuah bangsa dimasa depan harus direbut dengan kekuatan berpikir yang tunduk pada aturan Penciptanya
Maka ideologi yang berasal dari ayat-ayat Ilahi harus menjadi landasan setiap butir peraturan yang tumbuh diatas nya
Bila kesadaran sudah memenuhi setiap jiwa
Disanalah kebangkitan bermuara


Bogor, 28 Desember 2015

Klik disini untuk mendengarkan :HAYYUL HADI, DANA SIKKAH

Dunia berada di ujung telunjuk anak ku

Oleh: G. Sukaton


Dunia berada di ujung telunjuk anak ku kini
Luasnya hanya beberapa inci
Dalam situs-situs maya anak ku bersembunyi
Membangun istana dengan tangan nya sendiri
Anak ku dimana kamu kini, berabad dia tak kembali
Jiwanya yang dahaga kian rekah tidak bisa lagi disusui
Untuk masuk ke bilik nya aku harus tahu kode sandi
Tiap menit nafasnya adalah eksplorsi
Update status membangun jaringan, tempat nya sembunyi
 
Dimanakah kau anak ku
Kita dipisahkan oleh peradaban
Padahal engkau hanya duduk di situ
Bahkan desah mu dapat aku rasakan
Saat kau retas rahasia terlarang dalam dua abjad bantuan
Akupun terjunkal ditelikung jejari mu
Coba mengejar dan berseru, jangan!
Tapi, ke balik jejaring kau cepat berlalu
Jejak mu tak ter rekam pengamatan
 
Dunia tak berdinding dibawah telunjuk anak ku
Banjir informasi menenggelamkan perahu akal mu
Yang teranyam dari pongah kebodohan ku
Pasar dunia menggenang di tas sekolah dan buku
Bahkan tugas dari guru kau beli di situ
Aku pun terjungkal ditelikung jejari mu
Coba menawar waktu untuk bertemu
Dalam putaran detik semakin cepat berlalu
Tapi jejari anak ku begitu cepat tak terburu
 
Dimanakah kau anak ku
Aku merindukan lagi rengek mu
Memecahkan pekerjaan rumah seperti dulu
Melayarkan perahu jaman di tawamu
Menghitung biji dacon dari tangan ibu
Masa kini memang milikmu
Tanganku kian rapuh tak sanggup lagi merebut waktu
 
Dunia maya mengambang di ujung jemari anak ku
Detik-detik menggelombang di ingatan ku
Bayangan masa lalu adalah jarak yang tak dapat ku tempuh
Aku berteriak sepenuh langit di sunyi bumi pencarian
Tapi engkau semakin jauh melayari gelombang pulsa
Dan aku ternganga menghitung kecepatan jari mu
Berlompatan diatas keyboard menertawakan aku
Maka aku pun beku dalam dekapan waktu

 

Bogor, 27 September 2012



JUM’AT BASAH


Jum’at basah
Udara basah,
Daun basah,
Tanah basah,
Jiwaku basah,
Waktu merambat resah,

Jalan berlubang dan genangan air mata
Arus lalu lintas terantuk batu kebodohan masyarakat kota
Para pemuja luber di jalan menjadi luka menganga
Rumah ibadah dipadati sampah yang diangkut penghuninya
Ahh... hatiku remuk meradang menahan seratus dera
Kota hujan ditelikung pembangunan tanpa rencana

Sejarah hutan hijau melambai dianganku merana
Pohon-pohon berjanggut dipagar birokrasi tak berdaya
rerantingya patah dibungkus plastik menjadi cenderamata
Catatan masa lalu bertumpuk menjadi rongsokan besi tua
Amarah, amarah yang tak terkendali jadi kompas menyesatkan jiwa
Aku terjebak dipusaran badai peradaban manusia

Dengan pongah meninggalkan Tuhan nya.

Kemang, 21 Februari 2014



SUARA DARI SERAMBI MEKAH
(dengn sepenuh doa untuk saudaraku di Aceh)

Oleh : G. Sukaton


Kasih-Mu,
Ngejawantah dalam gulungan ombak rebah dan debaran jantung bumi menjadi rahasia duka
Direkahan tanah menelan tubuh-tubuh saudara
Kami terpana tak habis bertanya
Dengan bodoh dan pongah Coba menerka makna sebuah peristiwa

Kasih-Mu,
merambat dalam rangkaian rahasia alam, dalam lapisan bumi yang paling gelap, dalam dasar samudera jiwa, dalam gelegak air samudera, dalam patahan-patahan tanah kering hati hamba
Lalu semuanya basah oleh satu desakan Maha kuat ,gelombang tumpukan dosa, lelehan air duka
Didalam camp penampugan sementara

Kasih-Mu,
Mewarnai pantai diserambi rumah kami
Menjadi potongan-potongan asa yang semakin menjauh dari perkampungan tanah rencong
Meninggalkan anak-anak tanpa orang tua ditepi-tepi malam berhujan menggigilkan hati
Beterbangan serangkum doa dari seantero jiwa kami luka
Mencari rumah-rumah tak beralamat
  
Kaish-Mu
Duh, hanya kami hargai dengan silang selisih pendapat para ahli
Kulihat diantara tumpukan-tumpukan hati yang telah lama mati jauh sebelum datang badai
Menerbangkan helai-helai bulu tubuh kami, tersangkut diatap rumah abadi,
Terselip diselokan peradaban,Terombang ambing arus sungai lumpur parodi,
bahkan dalam kubangan dendam, derai airmata, keluh kesah, dan caci maki

Kasih-Mu,
Sejatinya semerbak jiwa yang bermuara pada sifat Rahim
Berulangkali jiwa ingin mati rasakan nikmat disambut malaikat berlapis cahaya
Bukan untuk ditangisi ditujuh malam putus asa
Gulungan raksasa air asin yang melanda memang bukan liukan tari seudati, saudara
Tapi sebuah dimensi yang sarat dengan makna

Kasih-Mu,
Berlari jauh mendahului murka paduka
Bukan seperti yang telah aku lihat diserambi rumahku tepi pantai sepi
Maka para pencari harus terus dikerahkan untuk menemukan jiwa-jiwa suci yang hilang
Dalam gulungan peradaban yang lebih liar dan mematikan daya nalar
Kita kepinggirkan jasad-jasad yang masih kita temui dalam setiap langkah hari

Kasih-Mu,
Bila harus kumaknai, aku memilih rahasia
Terlalu agung untuk menjadi bahan cerita
Karena kami lupa dan Kau kutinggalkan disemak-semak gelap hati kami
Secepatnya lebih pantas untuk dikasihani dan diselamakan
Dengan kiriman doa sejati dari seluruh jiwa yang selalu mencari  makna hakiki dibalik sebuah tragedi


Bogor, Januari, 24-2005


SETU PATENGAN
Oleh : G. Sukaton

Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
Tubuh renta ini pernah rebah di hamparan rumputmu
Menghitung bintang dengan telunjuk dibawah langit kelabu
Lalu selimut kabut memeluk tubuh malam sampai kaku
Aku mencari hangat api diujung reranting membeku
Ooo setu patengan yang syahdu bagai untaian lagu

Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
Aku kembali datang membawa anak-anak jaman padamu
Ingin membasuh wajah lelah nya dengan sejuk airmu
Tangan lemah ini pernah perkasa mendayung perahu
Tapi seperti dulu engkau hanya diam membisu
Meski dari balik rimbunan pinus kulihat engkau tersipu

Ooo setu patengan yang biru bagai beludru
Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu
kaki ini jadi gemetar saat menapaki titian bambu
bergegas aku ingin menghambur dalam rengkuhanmu
mabuk dalam aroma kulit pinus seperti dulu
menghirup secangkir kopi dan sepotong rindu


Bandung 23 Mei 2017 



Aku tak bisa lagi tertawa

Oleh : G. Sukaton


Aku tak bisa lagi tertawa

Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena anggaran pendapatan belanja negara yang buntu dijawab dengan agen-agen penyalur pembantu.
Penghinaan atas harga diri bangsa ku dijawab dengan penandatanganan MOU.
Sekian juta mulut anak-anak bangsa ternganga saat kamu dengan wajah riang pergi pelesir ke luar negeri, seorang anak balita makan nasi aking mati, karena surat keterangan miskin tidak dimiliki.
Rapat kerja dewan terhormat yang dipaksakan untuk mengejar setoran hanya menjadi debat kusir, menambah gaduh ruang media publik, membuat sibuk kuli tinta yang senang berfantasi, berakhir pada penggelontoran dana untuk para pemilik modal, bermuara pada kas partai.
Ini biaya yang harus dibayar dengan keringat buruh kontrak, pegawai swalayan, dan penduduk migran.
Bagaimana kebijakan bisa dijalankan bila kedua belah kakimu terjerat aturan yang kamu ciptakan. Peraturan adalah mahkota kebersamaan bukan bahasan birokrasi yang tidak memiliki nurani, kering dan miskin kontemplasi. Kamu main-main dengan amanat rakyat yang kau beli dengan politik pencitraan memikat.
Maka akupun urung menyeduh secangkir kopi tubruk kesukaan ku.

Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena rasa keadilan semakin pahit untuk dirasakan, karena tikus-tikus makin rakus menguras kas badan anggaran, sementara sang kucing sudah tidak memiliki selera makan yang baik karena kelebihan berat badan.
Transaksi dagang sapi digelar atas nama konstitusi dan itu kamu namakan majelis peradilan, tentu setiap barang bukti yang ditemukan punya harga, setiap pasal yang memberatkan punya harga, setiap saksi yang dihadirkan punya harga.
Aku muntah diatas piring sarapan ku menonton opera sabun yang kau pentaskan tidak kunjung usai, bertele-tele menguras tenaga dan pikiran ku. Karena pada setiap kasus yang kau pilih dengan licik, beraroma tidak sedap menjadi alat tawar di bursa pilpres. Karena untuk membeli kursi kekuasaan ada aturan permainan, untuk mencetak kantung-kantung suara kamu butuh biaya, maka tawar menawar menjadi lumrah dan diniscayakan.
Kamu berani berapa?

Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena outsourcing dipaksakan menjadi peraturan mengandung racun mematikan, menjadi belati diam-diam menikam dari belakang. Memangkas hak atas kesejahteraan karyawan, melemahkan perlawanan serikat pekerja. Untuk menekan biaya perusahaan, pos account social welfare dikalahkan.
Maka buruh kontrak lahir premature dari rahim kantung industri, teronggok diantara mesin praduksi.
Dengan tunjangan kesehatan yang terus ditekan hidup berjalan mengikuti putaran pergantian shift dan lembur dadakan.
Wajah nya yang mengenaskan adalah mimpi buruk peradaban, membayangkan penindasan menetes dari meja persekongkolan penguasa. Untuk mempertahankan hidup mereka terpaksa berhutang, menjadi santapan yang diperebutkan rentenir dan lembaga perkreditan.
Maka aku pun urung menyeduh secangkir kopi tubruk kesukaan ku.

Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena pelajar dan mahasiswa dikarduskan untuk memenuhi selera pasar, maka dengan liar mereka saling berhadapan dihalaman kampus dan ruang belajar.
Bangku pendidikan jadi tempat duduk para pesakitan yang dituduh dan disalahkan.
Perpustakaan hanya bilik sunyi tempat rak-rak dingin sembunyikan buku penuh debu karena ditinggalkan pembacanya, maka proses berpikir jadi suang hampa dan sunyi, karena kecerdasan ditimbang dengan neraca untung rugi dan kemampuan menjawab persoalan ditentukan dengan angka. Darah mereka menggenang di jalan raya dan shelter pemberhentian busway menggetarkan ruang udara jantung ibukota, kemudian tanpa bisa dibendung meleleh ke pojok-pojok daerah di Indonesia Raya, dalam tajuk diskusi, headline media harian, dan ruang seminar pendidikan para pemerhati. Mereka meracau tentang karakter bangsa, metode belajar yang diserap dari akar sejarah asing. Lalu kamu menampung nya dalam data statistik untuk dibaca dan di diskusikan.
Darah para pelajar menggenang di pikiran dan ingatan ku.
Kamu bicara apa?

Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena kelaparan yang mematikan kamu jawab dengan festival kuliner dan peragaan busana, pembunuhan masal sengketa tanah kau sembunyikan dan kemiskinan menghisap anak-anak diperbatasan tak menghentikan pengalihan fungsi lahan, ratusan ribu hektar rimba menguap jadi bancakan raja kecil bermahkota otonomi daerah, karena penebangan liar dilindungi dan penggundulan hutan oleh mata gergaji tak mau berhenti. Tanah rekah menadah buncahan hujan, pada tumpukan sampah dilemparkan salah.
Mana bisa mencetak sawah tanpa ketersediaan irigasi yang memadai sementara pasokan pupuk  dibatasi, dibandrol harga fantastik.
Tanpa segan kamu makan batu bara, kau tenggak mineral dan minyak, kau telan emas, timah dan tembaga, tanpa malu-malu kamu minum uranium. Yang tersisa hanya tanah yang rekah, untuk kemakmuran negara entah kamu anugerahkan semua jerih payah, pada tekanan kepentingan negara asing kamu menyerah.
Tambang tua tidak lagi berproduksi mengurung rumah kumuh buruh pribumi dalam igau mimpi dengan gaji tidak mencukupi.

Aku tak bisa lagi tertawa
Saat badut-badut berdasi bergaya dilayar kaca
Karena kebodohan dinamakan kearifan lokal, kau jajakan pada wisatawan mancanegara dalam paket pariwisata budaya.
Tradisi yang tidak memiliki akar agama akan mencerabut ruh dari materi, adalah pintu lebar menuju hancurnya peradaban manusia. Tahyul dan mitos berceceran dalam kurikulum pendidikan nasional, diruang kerja kantor dinas meretas memasuki ruang mimpi anak-anak kita, menyelinap jauh ke dalam buku pelajaran sekolah dasar dan menengah, terus membanjiri lembar-lembar silabus perguruan tinggi, menjauhkan mata akal kaum intelektual dari persoalan yang menelikung anak negeri.
Ini adalah gerbang menganga pada penjajahan ideologi.
Dengan ilusi paham demokrasi kamu mentahkan ayat sucii, jadi curiga pada Tuhan pencipta alam raya, hidup dan manusia di bumi.
Kemuliaan manusia terletak pada makota akal nya, maka proses berpikir menjadi sebuah keniscayaan untuk menemukan hakikat kebangkitan manusia.
Dimanakah kesadaran bersembunyi?

Bogor, 28 Septembr 2012 


Astaghfirullah

iman kita ini
ditakar dengan secangkir kopi
dan sepiring nasi
mengerang sepanjang siang
ingin bersetubuh dengan nafsu
berusaha senggama dengan amarah


Astaghfirullah
iman kita ini
setara dengan sepotong kemeja
dan setumpuk kerja
menggeliat setiap saat
ingin melafadzkan asmaul husna
tapi tak fana
berusaha bersekutu deng dzat MU
tapi tak tawadlu

Astaghfirullah
iman kita ini
ternyata berhadapn dengan angka
adu tender proyek raksasa
jadi tampak kumal
dilabeli nilai-nilai nominal
harganya sama dengan seonggok gombal

Astaghfirullah
iman kita adalah
budak nafsu yang mudah mengalah
tidak bisa berkata sudah !
pada tawaran hidup mewah
seringkali bertambah serakah
pada kedudukan basah

Astaghfirullah
iman kita adalah
kulit bawang dibibir pedang
adalah kulit ari diujung duri
tergeletak dibawah tanah
tersesat tanpa petunjuk arah
kerontang dilautan pasir
getas diranting kering
faghfirliy, faghfirliy
fainnahu,
la yaghfirudz dzunuuba
illa anta




SEBUAH SUNGAI DI NEGERI KHALTULISTIWA


sungai itu mengalir kuat
dari benak pemikir hebat
mereka berbincang tentang harkat
benang merah dan hakikat
pada samudra yang menggelegak
semuanya bermuara

aku menangkap sebuah gelagat
akan datang air bah yang sangat dahsyat
"siapkan segera perahu Nuh !"
kita akan berlayar sangat jauh
tanah para wali ini sudah terlalu riuh
anak-anak nabi sudah sangat sibuk saling tuduh
mereka jadi sangat gemar membunuh

berkacalah negeri khatulistiwa
pada zaman yang sedang meronta
hari-hari padat dengan pergolakan manusia
ke samudera mana sungai akan bermuara
membawa "perahu Nuh" yang luka
tumpukan kekecewaan dan sedikit asa
sudah sampai dimana kita mengembara
memikul beban amanah
mengalirkan perahu yang semakin sarat
gelombang badai sudah dekat
mungkin kita tidak akan sempat
mencapai bukit terdekat
karena pasangan yang kita muat
sudah sangat sekarat

mereka tidak bisa lagi diharapkan
membangun tatanan baru yang lebih mapan
penyakit yang diderita sudah dangat mengkhawatirkan
masa depan kita tidak bisa kita bayangkan
anak-anak kitalah yang akan melanjutkan

Sirnagalih, 18 Desember 1999




TAHAJUD


Ada kerinduan yang tidak pernah tuntas dalam setiap sujudku
pada tajjali=MU
untuk menghirup udara ma'rifat
dalam kesunyian tahajud
tapi relung jiwa ini terasa sesak
menampung gelombang yang setiap waktu menggelombang
maka ampunilah aku

Pasang surut iman menelantarkan maqom
sejuta peristiwa tidak cukup meredam
pertumbuhan belantara subhat yang kelam
semangat yang terkikis dan dendam
lalu kegetiran dan diam-diam waktu menikam
keterpurukan ummat dalam kebersamaan
menciptakan warna kusam dalam ingatan

Ketika taklid menjadi pilihan beragama
kerinduanku teraniaya sudah
karena shalawat tidak bermakna cinta
karena doa tidak melahirkan taqwa
karena peribadatan menjadi bianglala
sayap azan patah diudara resah
terbukalah beribu pintu dunia
menuju pekat gelita
dimana Engkau tidak lagi esa
aku terperangah seketika
mereka berlomba-lomba menyeretku kedalam khutomah

Nopember '99



KADO

(untuk Yana WS)

Pesan yang aku titipkan, mungkin
tidak pernah sampai padamu
karena salah memberi arti
atau ganti rupa jadi wajah lain
yang mungkin menakutkan

Untuk kali ini
cobalah mengerti
matahari tidak akan punya arti
sebelum bertemu wajah bumi
cahaya manabisa punya makna
tanpa berjumpa dengan gelap

Api punya semangat
semangat punya harapan
harapan punya penantian
penantian punya hidup
hidup punya aku
aku punya Tuhan, Tuhan menciptakan engkau
engkau ...........

Sudahlah bersihkan tanganmu
dari poly ressin filler
tinggalkan sesaat modeling dan casting
atau copper electroplated
dan las patri

Bila esok aku ketuk pintumu
bukan lagi suara serakmu
menyelinap dari lubang kunci
tapi dinamika sosok yang sejati

Desember '98



MENCARI TAUHID

Aku kira engkau Tuhan
ternyata hanya sebuah mitos kekuasaan
aku sangka engkau cahaya
ternyata hanya sebuah kemilau dunia
aku rasa malam
ternyata gelap hatiku kehilangan kalam

Waktu berjalan, zaman berganti
manusia bertambah meniti geberasi
tapi angin
tapi air
tapi udara
bumi ini laut ini, antariksa dan
galaksi lalu tata surya
bima sakti dan ebola
lalu flora dan fauna
laut serta isinya
hutan dan kandungannya
sungai batu dan debu adalah semesta
semuanya berdesak-desakan dalam ingatan
masing-masing menuntut pemecahan
masing-masing saling membukakan jalan

Kulalui perjalanan ruhani
sepi sendiri
diantara pusaran cepat
angin perubahan bagai topan
aku meraba menduga dan terus mencari
dalam hingar bingar taklid
dan gelap subhat
hasbunallah wani'mal wakil
selamatkanlah sekerat daging ini

Nopember '99




BILA NANTI

Dik !
bila nanti
desis bus antar kota
telah membawamu pergi
jauh dari kota ini
kemudian perjalanan waktu
dengan pasti mengaburkan
gambaran wajahku dihatimu
dekaplah semua jejak yang
telah jadi kenangan
lalu semayamkan dalam hatimu
jangan lagi engkau tergoda
untuk menoleh
pada lambayan hatiku yang rawan

Semua senja akan sama
memantulkan kehampaan yang engkau bawa serta
tentu karena semburat cahaya
sudah terlanjur engkau biaskan
mewarnai lukisan maya dipadang jiwa

Tetaplah begitu
aku ingin engkau pelihara
rahasia gelombang yang terkapar diceruk hati
harapan hidupmu yang remaja
ingin kutaburi dengan sejuta warna
tapi untaian waktu begitu rentan
putus pada simpul yang tidak aku duga

Dik !
bila nati
hiruk pikuk terminal kota
menyambut letihmu
rengkuhlah semua wajah yang
sudah lelah menunggu
karena itu adalah wajah rinduku
memantul dari keraguan hatimu

Pada saat itu aku berharap
engkau dapat memberi makna
senja dihatiku
ketika engkau kusuguhi semeja diam
itu adalah sajian terbaik
dari kedewasaan sikap
ah ...pasti engkau mengerti !

Megamendung, Juni '99


TIMOR TIMUR

Setelah engkau lepaskan pelukanmu
dari haribaan nusantara
untuk memilih panji-panji sendiri
maka garuda melayang diuadara kepayahan
sehelai bulunya dicabut kekuatan asing
untuk kepentingan siapa

Lorosae...Lorosae
pertemuan kita adalah luka sejarah
pertumpahan darah abadi sepanjang zaman
akan terus berulang lagi
engkau hanya semburat warna kusam
dari medan pertempuran peradaban
sudah tertulis itu dengan tinta airmata

Lalu bagaimana lagi hatimu dapat kusentuh
ketika pembantaian masal engkau namakan perlindungan
perang saudara engkau hembuskan dan
perbedaan pendapat jadikan bara
maka aroma kematian merebak
dari sekelompok pengungsi kelaparan

Lorosae...Lorosae
kebersamaan kita telah lama usai
tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan senjata
ataupun mitos tentara gabungan
kebencian yang dipupuk lewat hitungan masa
telah melumpuhkan mesin kota

Bumi Lorosae terpedaya
dan kota Dili mati
kedamaian tidak dapat digantungkan kepentingan
karena bahasa kekuasaan selalu bernuansa kelabu
kebinasaan tidak dapat ditunda
ini adalah tanda zaman yang renta
dimakan tipu daya

September '99


BULAN DIATAS JAKARTA

Diatas Jakarta yang hingar
lampu-lampu mercuri
jalan layang dan pejalan kaki
seperti bola mainan anaku
warnanya orange labih pudar
ditendang masuk kekolong jembatan

Diantara neon sign billboard berukuran raksasa
engkau sembunyi separuh lagi masih terlihat
cahayamu pucat ditelan kemilau lampu jalan
bagaikan beribu kunang-kunang
merambati jala-jalan kota

Lebih kepinggir sedikit
berceriteralah sekelompok pedagang asongan
tentang cahaya bulan yang pernah menyelinap
masuk dinding rumah bambu dikampungnya

Di Jakarta yang selalu bingar
bulan disundul kondominium
berlantai entah berapa ratus
bayangannya jatuh menimpa titk-titik cahaya
entah kendaraan bermotor hasil mencuri
atau mobil pribadi dapat korupsi

Kepinggir bodoh !, ini Jakarta !

Terkurung gedung-gedung perkantoran
tiang-tiang peyangga beton
para pemburu waktu dan keterasingan
ditabrak sorot lampu ambulance
cahaya bulan semakin loyo

Sampai ditepi kota
perbedaan semakin tajam
pisau belati diudara kebingungan
anak-anak gamang ditepi jalan
udara malam menggigit kulit kaum urban
kelompok marginal yang menjadi denyut metropolitan
warna kemiskinan yang terus dipulas kekerasan
racun dan penipuan

Meskipun oleng bulan terus berlayar
dilautan udara Jakarta
menyaksikan setiap gerak
setiap perubahan
melengkapi warna malam

September '97


PANTAI ANYER


Disini hanya ada angin laut, gelombang
dan terumbu karang
kapan akan menyisir perahu tua
sedang layar tidak lagi berkembang
tiang-tiangnya patah
lampu-lampu badai sudah lama padam
pukat dan jala jadi cendera mata

Laju ombak terhalang perahu wisata
deru motor boat menggantikan teriakan para nelayan
anak-anak pantai jadi lesu mengusung harapan
yang tidak mungkin lagi datang
pantai sudah menjadi keranjang sampah terbesar

O hangatnya rumah-rumah peristirahatan
gemuruh mesin pencetak wisatawan
arus sungai para pendatang
menyerang bagai gelombang
mengangkut sampah segala macam kebisingan
gelisah mengangkut kotoran
kantong-kantong maksiat ditepi jalan

Segala keindahan ini akan rusak pasti
semua ini bukan milik kami
kecipak ikan tidak akan terdengar lagi
senandung para nelayan 
hanya igauan para pedagang cenderamata
ditenda-tnda keterasingan
mengurung pantai yang sekarat
hidup kami sudah ditukar
petualangan pencari ikan selesai sudah
sekarang tinggal ceritera


September '97

1 komentar:

  1. puisi adalah bahasa jiwa yang lembut dan sejuk menyusup kedalam relung hati

    BalasHapus

Apa komentar anda?