Islamic Painting Club

Islamic Painting Club
Karya : GUNUNG SUKATON, Pengelola SEKAR IMAGE

Minggu, 06 Januari 2019

Menjadi Muslim sejati


ImageApakah Anda pernah berpikir seperti apa muslim sejati itu? Bagaimanakah sosoknya? Seorang muslim sejati bisa diibaratkan seperti sebuah pohon. Akarnya kuat menghunjam. Batangnya kuat menjulang, demikian pula dahan dan bahkan ranting-rantingnya. Daun-daunnya lebat. Dan setiap musim menghasilkan buah yang banyak dan manis rasanya.
Akar-akar yang kokoh tersebut adalah salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus), shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar), dan matinul khuluq (akhlaq yang mulia). Ibarat akar sebuah pohon, tiga karakter inilah yang akan menopang karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter baik tidak akan mampu tumbuh dengan baik jika tiga karakter dasar ini rapuh. Adapun batang, dahan, ranting, dan daun-daunnya adalah potensi-potensi diri yang tumbuh dengan baik, yang meliputi karakter qawiyyul jism (fisik yang kuat), mutsaqqaful fikr (berwawasan luas), mujaahidun linafsihi (pengendalian diri), harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu), munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan), dan qadirun ‘alal kasbi (mampu mencari nafkah). Sedangkan buah yang bisa dipetik setiap musim adalah karakternya yang nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain). Semua karakter tadi jika dikumpulkan berjumlah sepuluh. Itulah sepuluh karakter muslim sejati. Dan berikut ini uraian singkat mengenai masing-masing karakter tersebut.
Pertama, salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus). Seorang muslim sejati memiliki aqidah yang kokoh, yang tidak bercampur dengan sedikit pun keraguan dan kesyirikan. Tidak pula bisa diombang-ambingkan dan dibuat gelap mata oleh sulitnya kehidupan. Ia ridha Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya. Ia beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya, Hari Akhir, dan taqdir-Nya. Keimanannya bukan pula hanya pengakuan di bibir saja, namun terpatri kuat dalam hati dan termanifestasikan dalam segenap perilakunya. Itulah iman yang sebenarnya, yang tidak hanya sekadar ’percaya’, namun juga benar-benar mewujud dalam sikap dan perilaku.
Kedua, shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar). Diatas aqidah yang kuat, seorang muslim senantiasa giat beribadah. Ibadahnya pun benar-benar ditunaikan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Untuk ibadah-ibadah yang bersifat ritual (mahdhah), ia hanya mengikuti contoh tauqifi (apa adanya) dari Rasulullah, tidak menambah-nambahi dan tidak pula mengurangi. Sedangkan untuk ibadah-ibadah yang bersifat muamalah (ghayr mahdhah), ia senantiasa berkreasi dan berinovasi dengan menyandarkannya pada bingkai (manhaj) yang telah dituntunkan oleh Rasulullah.
Ketiga, matinul khuluq (akhlaq yang mulia). Dengan aqidah yang kokoh dan ibadah yang giat, muncullah akhlaq yang mulia pada diri seorang muslim, ibarat mutiara yang indah dan berkilau. Akhlaq meliputi keadaan hati seseorang dan juga suluknya (moralitas, perilaku, dan adabnya). Hati seorang muslim adalah hati yang bening, yang bersih dari segala bentuk penyakit hati, dan bahkan dipenuhi dengan sifat-sifat yang mulia seperti ikhlas, tawakkal, sabar, ridha, cinta kasih, dan sebagainya. Adapun suluk seorang muslim adalah suluk yang terpuji dan menawan, yang muncul dari dirinya secara spontan karena telah menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dari kepribadiannya.
Keempat, qawiyyul jism (fisik yang kuat). Seorang muslim sejati tidak akan menelantarkan keadaan tubuhnya. Ia senantiasa menjaga agarnya tubuhnya sehat dan bugar. Ia selalu berusaha mengkonsumsi makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan, dan membiasakan pola hidup sehat. Bahkan, ia juga melatih tubuhnya agar memiliki stamina yang kuat, dengan cara rajin berolahraga. Ia sadar, dengan tubuh yang sehat, bugar, dan kuat, ia akan mampu menjalankan ibadah dengan lebih baik.
Kelima, mutsaqqaful fikr (berwawasan luas). Seorang muslim sejati juga senantiasa memperhatikan akal pikirannya. Ia benar-benar mensyukuri nikmat akal pikiran dengan cara terus mengasah kecerdasannya dan memberinya ilmu dan wawasan baru. Tidak hanya ilmu mengenai agamanya, tetapi juga wawasan umum yang perlu diketahui. Ia tidak pernah berhenti belajar, karena ia tahu bahwa menuntut ilmu itu minal mahdi ilal lahdi ’dari lahir sampai mati’.
Keenam, mujaahidun linafsihi (pengendalian diri). Pada diri manusia terdapat nafsu yang senantiasa condong pada kemewahan dan kesenangan dunia, dan senantiasa mendorong manusia untuk melakukan berbagai macam keburukan. Seorang muslim sejati adalah seseorang yang bisa mengendalikan segala dorongan tersebut dan mengendalikan dirinya. Allah Ta’ala berfirman, ”Adapun barangsiapa yang takut akan kebesaran Tuhannya dan sanggup menahan dirinya dari ajakan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat kembalinya.” (QS An-Nazi’at: 40-41)
Ketujuh, harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu). Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Jika waktu telah bergerak, ia tidak akan mampu dimundurkan meski hanya satu detik saja. Untuk itu, seorang muslim sejati benar-benar perhatian dengan waktu. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi hal-hal yang buruk. Ia tahu bahwa kewajiban yang mesti ia tunaikan lebih banyak daripada waktu yang ia miliki. Untuk itulah, ia benar-benar cermat dalam mengatur waktu yang ia miliki.
Kedelapan, munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan). Seorang muslim sejati bukanlah orang yang suka melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan. Ia senantiasa menunaikan urusan dan pekerjaannya dengan baik. Prinsip yang senantiasa ia pegang adalah ihsan dan itqan dalam beramal ’melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya’. Dengan begitu iapun akan menjadi muslim yang berprestasi, beretos kerja tinggi, dan berkinerja jempolan.
Kesembilan, qadirun ’alal kasbi (mampu mencari nafkah). Seorang muslim sejati bukanlah seorang pengemis dan peminta-minta. Ia senantiasa berusaha untuk bisa mandiri. Ia pun tahu bahwa tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Untuk itu iapun giat bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan ekonominya dan bisa berinfaq di jalan Allah.
Kesepuluh, nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain). Dengan segala potensi dan kapasitas yang dimiliki, seorang muslim sejati pasti bermanfaat bagi masyarakat. Ia pasti bisa berkontribusi untuk umat dengan segala kelebihan yang ia miliki. Ia bukanlah orang yang ’adanya sama dengan tidak adanya’, atau orang yang ’adanya tidak menambah dan tidak adanya tidak mengurangi’, apalagi orang yang ’adanya tidak diinginkan dan tidak adanya senantiasa diharapkan’. Rasulullah saw bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya.”
Demikianlah sekilas mengenai sepuluh karakter muslim sejati. Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas diri kita, sehingga bisa memenuhi kesepuluh kriteria ini. Dengan menjadi muslim sejati, kita akan lebih siap untuk berkontribusi dalam memperjuangkan agama Allah. Insyaallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar anda?