BAGAIMANA SYETAN MENGECOH MANUSIA
Oleh : G. Sukaton
Mengutip salah satu
ulama terkenal, Ibnu Qayyim al-Jauzi, setidaknya ada 7 (tujuh) tingkatan godaan
setan terhadap manusia.
Pertama, setan mengajak manusia kepada kemusyrikan. Pada
level ini, setan mencoba mengecoh asas keimanan manusia untuk mengingkari Allah
SWT sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Berhak Disembah. Seruan kepada
kemusryikan ini terus mengalami perkembangan dan penyesuaian di setiap masa.
Namun, pada hakikatnya, seruan kemusyrikan ini mengajak manusia untuk
mengingkari Allah SWT, Tuhan Yang Esa, dan Menolak Aturan Nya kemudian membelokkan
keimanan manusia kepada tuhan-tuhan lain (thagut), yang bisa berbentuk uang, kekayaan, Jabatan
tinggi, popularitas dan lain sebagainya.
kedua, melakukan dosa-dosa besar. Setan menipu manusia
yang telah beriman dan beramal shaleh. Tidak masalah bagi setan, jika ada
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, selama mereka melakukan dosa-dosa
besar. Karena, bisa jadi, keimanan dan amal saleh seseorang akan rusak ketika
mereka terbiasa melakukan dosa-dosa besar.
ketiga, melakukan dosa-dosa kecil. Setan terus membujuk
manusia dengan dosa-dosa kecil, memang tidak seberat dosa-dosa besar. Namun,
dosa-dosa kecil yang dilakukan secara rutin dipastikan akan menutupi mata hati
manusia (nurani). Sehingga, manusia yang terbiasa melakukan dosa-dosa kecil
akan kehilangan nurani-nya, hingga kemudian hidayah Allah SWT, tidak akan
pernah menyentuh hati manusia tersebut. Maka, sudah sepatutnya kita menghindari
dosa-dosa kecil, sekecil apapun.
Keempat, seruan kepada khurafat(legenda/cerita bohong) dan bid’ah.
Ketika amal yang dilakukan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Banyak orang
yang merasa telah menghimpun banyak amal-amal saleh, niatnya sudah benar dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT. Namun, karena ilmu yang sedikit dan tidak
mau bertanya kepada alim-ulama, maka terjebaklah manusia-manusia itu kepada
seruan setan, dengan menjalankan khurafat dan bid’ah.
kelima, amal-amal yang melalaikan. Setan terus mencoba
menjerumuskan manusia untuk terkecoh dengan Amal-amal yang
tidak menimbulkan dosa bila diamalkan, namun tidak juga memberikan pahala dan
manfaat bagi yang melakukannya. Dalam tingkatan ini, setan terus mencoba
mempengaruhi manusia agar tidak berbuat kebaikan, tapi sibuk dengan amal
perbuatan yang sama sekali tidak memberi manfaat, sia-sia.
keenam, gagal dalam memilih prioritas amal. Ketika seseorang
sudah memiliki akidah yang lurus, amal yang benar, menjauhkan diri dari
perbuatan dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil, bahkan dari sekedar amal yang
sia-sia, maka setan terus menggoda manusia yang beriman dengan menghadirkan
pilihan-pilihan amal kebajikan yang bervariasi nilai-nilai kebaikan dan manfaat
nya, maka setan mencoba menggelincirkan manusia tersebut kepada amal yang nilai
kebaikan dan manfaat nya paling rendah dari semua pilihan amal yang tersedia.
ketujuh, serangan yang bersifat psikologis, bahkan serangan
fisik, adalah level di mana para nabi, rasul, dan para ulama
penerus nabi dan rasul berada. Pada level ini, setan tidak lagi menampakkan
godaan-godaan yang bersifat metafisik. Namun, setan yang telah frustasi ini
dengan usaha yang keras mencoba mengecoh manusia sebagaimana dahulu telah
dirasakan oleh para nabi, rasul, dan para ulama penerus para nabi dan rasul.
Setan di level ini menyamar menjadi manusia yang menyebarkan fitnah-fitnah
kepada orang-orang yang beriman untuk menghentikan ibadah dan amal kebaikannya.
Bahkan, tidak segan, setan-setan tersebut menampakkan diri baik dalam wujud jin
dan manusia, untuk mencelakakan orang-orang yang beriman.
Barangkali, sulit bagi kita yang notabene manusia-manusia biasa yang tak pernah luput dari kelalaian
untuk menyamai ‘kelas’ sebagaimana para Nabi, Rasul, dan
ulama warasatul
anbiyaa. Namun, tidak semestinya juga kita berputus asa dalam amal
kebaikan. Tidak ada salahnya bagi kita untuk mengup-grade diri dengan
senantiasa meluruskan aqidah, benar dalam amal, selalu terjaga dari dosa-dosa
kecil apalagi dosa-dosa besar, serta sangat menjaga diri dari perkataan dan perbuatan
yang sia-sia. Selalu menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan. Membuat
prioritas amal yang memiliki manfaat terbanyak.
Sampai Ketika itu,
kita menjadi insan yang gemar menabur kebajikan kepada setiap orang di
sekeliling kita, bahkan lingkungan alam tempat kita menetap, menjadi rahmatan lil
‘alamiin.
Wallahu’aalam
bishshawab[GS].
Ciawi,
Tapos-Gugunung, 7 Desember 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa komentar anda?