Islamic Painting Club

Islamic Painting Club
Karya : GUNUNG SUKATON, Pengelola SEKAR IMAGE

Senin, 07 Desember 2020

CARA SYETAN MENGECOH MANUSIA


 

BAGAIMANA SYETAN MENGECOH MANUSIA

Oleh : G. Sukaton

 

Mengutip salah satu ulama terkenal, Ibnu Qayyim al-Jauzi, setidaknya ada 7 (tujuh) tingkatan godaan setan terhadap manusia.

Pertama, setan mengajak manusia kepada kemusyrikan. Pada level ini, setan mencoba mengecoh asas keimanan manusia untuk mengingkari Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Berhak Disembah. Seruan kepada kemusryikan ini terus mengalami perkembangan dan penyesuaian di setiap masa. Namun, pada hakikatnya, seruan kemusyrikan ini mengajak manusia untuk mengingkari Allah SWT, Tuhan Yang Esa, dan Menolak Aturan Nya kemudian membelokkan keimanan manusia kepada tuhan-tuhan lain (thagut), yang bisa berbentuk uang, kekayaan, Jabatan tinggi, popularitas dan lain sebagainya.


kedua, melakukan dosa-dosa besar. Setan menipu manusia yang telah beriman dan beramal shaleh. Tidak masalah bagi setan, jika ada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, selama mereka melakukan dosa-dosa besar. Karena, bisa jadi, keimanan dan amal saleh seseorang akan rusak ketika mereka terbiasa melakukan dosa-dosa besar.


ketiga, melakukan dosa-dosa kecil. Setan terus membujuk manusia dengan dosa-dosa kecil, memang tidak seberat dosa-dosa besar. Namun, dosa-dosa kecil yang dilakukan secara rutin dipastikan akan menutupi mata hati manusia (nurani). Sehingga, manusia yang terbiasa melakukan dosa-dosa kecil akan kehilangan nurani-nya, hingga kemudian hidayah Allah SWT, tidak akan pernah menyentuh hati manusia tersebut. Maka, sudah sepatutnya kita menghindari dosa-dosa kecil, sekecil apapun.


Keempat, seruan kepada khurafat(legenda/cerita bohong) dan bid’ah. Ketika amal yang dilakukan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Banyak orang yang merasa telah menghimpun banyak amal-amal saleh, niatnya sudah benar dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Namun, karena ilmu yang sedikit dan tidak mau bertanya kepada alim-ulama, maka terjebaklah manusia-manusia itu kepada seruan setan, dengan menjalankan khurafat dan bid’ah.


kelima, amal-amal yang melalaikan. Setan terus mencoba menjerumuskan manusia untuk terkecoh dengan Amal-amal yang tidak menimbulkan dosa bila diamalkan, namun tidak juga memberikan pahala dan manfaat bagi yang melakukannya. Dalam tingkatan ini, setan terus mencoba mempengaruhi manusia agar tidak berbuat kebaikan, tapi sibuk dengan amal perbuatan yang sama sekali tidak memberi manfaat, sia-sia.


keenam, gagal dalam memilih prioritas amal. Ketika seseorang sudah memiliki akidah yang lurus, amal yang benar, menjauhkan diri dari perbuatan dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil, bahkan dari sekedar amal yang sia-sia, maka setan terus menggoda manusia yang beriman dengan menghadirkan pilihan-pilihan amal kebajikan yang bervariasi nilai-nilai kebaikan dan manfaat nya, maka setan mencoba menggelincirkan manusia tersebut kepada amal yang nilai kebaikan dan manfaat nya paling rendah dari semua pilihan amal yang tersedia.


ketujuh, serangan yang bersifat psikologis, bahkan serangan fisik, adalah level di mana para nabi, rasul, dan para ulama penerus nabi dan rasul berada. Pada level ini, setan tidak lagi menampakkan godaan-godaan yang bersifat metafisik. Namun, setan yang telah frustasi ini dengan usaha yang keras mencoba mengecoh manusia sebagaimana dahulu telah dirasakan oleh para nabi, rasul, dan para ulama penerus para nabi dan rasul. Setan di level ini menyamar menjadi manusia yang menyebarkan fitnah-fitnah kepada orang-orang yang beriman untuk menghentikan ibadah dan amal kebaikannya. Bahkan, tidak segan, setan-setan tersebut menampakkan diri baik dalam wujud jin dan manusia, untuk mencelakakan orang-orang yang beriman.


Barangkali, sulit bagi kita yang notabene manusia-manusia biasa yang tak pernah luput dari kelalaian 

untuk menyamai ‘kelas’ sebagaimana para Nabi, Rasul, dan ulama warasatul anbiyaa. Namun, tidak semestinya juga kita berputus asa dalam amal kebaikan. Tidak ada salahnya bagi kita untuk mengup-grade diri dengan senantiasa meluruskan aqidah, benar dalam amal, selalu terjaga dari dosa-dosa kecil apalagi dosa-dosa besar, serta sangat menjaga diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia. Selalu menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan. Membuat prioritas amal yang memiliki manfaat terbanyak.


Sampai Ketika itu, kita menjadi insan yang gemar menabur kebajikan kepada setiap orang di sekeliling kita, bahkan lingkungan alam tempat kita menetap, menjadi rahmatan lil ‘alamiin.

Wallahu’aalam bishshawab[GS].

 

Ciawi, Tapos-Gugunung, 7 Desember 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar anda?